PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id - Mantan Narapidana Teroris (Napiter) yang telah menjalani deradikalisasi mengikuti sosialisasi kebangsaan di gedung DPRD Kabupaten Banyumas. Setidaknya terdapat tiga Napiter asal Banyumas yang telah menjalani program deradikalisasi dan kini kembali ke masyarakat.
Kholis (40) salah satu mantan Napiter asal Kecamatan Sumbang, Banyumas mengatakan jika saat bergabung dalam jaringan tersebut, banyak kajian yang memang tidak masuk akal. Kholis bahkan mengetahui jika bom Mapolsek Astana Anyar Bandung beberapa waktu lalu merupakan bagian dari kelompok JAD.
"Bom di Bandung itu kami, tapi beda kelompok. Ketika mereka melakukan aksi, ada perintah dari pimpinan pusat di Suriah," cerita Kholis dalam kegiatan tersebut, Senin (19/12/2022).
Perjalanan masuk ke dalam jaringan tersebut berawal dari mengikuti kajian-kajian, hingga kenal dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan sempat akan diberangkatkan ke Suriah. Saat dalam proses pengurusan paspor itu, dirinya sempat diberangkatkan ke Poso tahun 2015 dan bertanggungjawab terhadap logistik.
"Kenal dengan JAD itu di Bekasi, saya mulai ikut kajian itu 2010-2015, lalu ada rame rame huru-hara di Suriah, saya berusaha buat paspor. Sebelum berangkat, saya sempat ke Poso, Sulawesi Tengah," ujarnya.
Pasca Bom Thamrin, Kholis tertangkap dan divonis 4,3 tahun penjara di Jakarta hingga akhirnya dipindah ke Kupang. Ia menyelesaikan masa tahanannya pada tahun 2020.
"Saya pribadi ingin kembali ke masyarakat. Seperti masyarakat pada umumnya. Saya di vonis 4,3 tahun penjara pasca Bom Thamrin, selesai masa tahanan tahun 2020 awal awal Covid-19," jelasnya.
Meski dirinya telah memulai kehidupan yang baru di tengah masyarakat. Namun dia tetap mengetahui jika gerakan kelompok tersebut masih ada, bahkan di tingkat Kabupaten Banyumas.
"Di Banyumas ada (kelompok), gerak di bawah tanah dan itu ada sampai sekarang masih aktif," jelasnya.
"Saya dan kawan kawan ingin bersinergi kami dengan bapak bapak dari Polri dan TNI. Kalau ada sesuatu hal atau kami dibutuhkan, kami siap tukar pikiran," jelasnya.
Sementara menurut Sidik, salah satu mantan Napiter Lapas Besi Nusakambangan, Cilacap mengatakan jika dirinya tertangkap karena diduga mengetahui pelaku terorisme yang berlatih di Filipina namun tidak melaporkan ke pihak kepolisian. Warga asli Kecamatan Wangon, Banyumas ini mengatakan jika rata-rata Napiter sadar dari ideologi radikalismenya setelah tertangkap.
"Namanya perjalanan, memang penangkapan itu tidak enak, tetapi dengan ditangkap ini saya bersyukur agar saya tidak kebablasan. Coba jika saat itu saya kebablasan, bagaimana itu. Alhamdulillah saya ditangkap dan ada pembinaan - pembinaan dan diskusi di sana (penjara)," ujar Sidik.
Dirinya menjalani hukuman 3,4 tahun, namun karena prilaku baik, ia hanya menjalani hukuman 2,5 tahun. Setelah kembali ke masyarakat, rasa kaku juga dirasakan, namun demikian berkat pendamping yang dilakukan berbagai pihak, ia dapat hidup normal kembali.
"Setelah kembali ke masyarakat Alhamdulillah di dampingi dengan semua pihak hingga tingkat RT yang memang perlu di apresiasi, karena mereka langsung membina kita. Memang secara perasaan ada (penolakan dari masyarakat) tapi Alhamdulillah kita di backup, yang jelas pertama kaku karena kita baru keluar bisa kesana kesini. (sedangkan) Dulu kita merasa tertutup dan sekarang sudah terbuka dan menyesuaikan itu tentunya membutuhkan proses dan pendampingan," ungkapnya.
Maka dari itu, ia mengajak rekan-rekan yang masih memiliki paham radikal untuk segera bertaubat. Ia menilai jika Islam yang sesungguhnya bukan seperti itu.
"Rekan rekan yang masih memegang paham ekstrem untuk segera bertaubat, karena Islam tidak seperti itu. Islam itu rahmatan lil alamin," ucapnya.
Kini, baik Kholis maupun Sodik telah menjadi pengusaha dan menjalani bisnis wirausaha dibidang kuliner dan grosiran di Kabupaten Banyumas.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait