Meskipun demikian, Nuryani berpendapat bahwa antraks memang merupakan salah satu penyakit yang tidak dapat dihilangkan begitu saja, namun dapat dikendalikan dengan beberapa langkah pencegahan, salah satunya melalui vaksinasi.
"Menurut kami, dari Dinas Kesehatan Hewan, kunci dalam pengendalian antraks di daerah adalah melihat data dari tahun 2020-2023 yang menunjukkan kejadian hanya terjadi di wilayah tertentu. Kami telah melakukan intervensi melalui beberapa upaya pengendalian," ujarnya.
"Secara umum, yang ingin saya sampaikan adalah bahwa antraks tidak dapat dilenyapkan, tetapi hanya dapat dikendalikan. Pengendalian dilakukan melalui program vaksinasi yang telah berjalan selama puluhan tahun, serta pengawasan terhadap pergerakan hewan," lanjutnya.
Namun, ia mengungkapkan bahwa peningkatan kasus antraks di suatu daerah sering terjadi karena kurangnya keterbukaan masyarakat terhadap pemerintah setempat. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kekhawatiran dan ketakutan masyarakat.
"Kontrol pergerakan hewan ini biasanya sulit dilakukan ketika terjadi kematian hewan di suatu daerah dan masyarakat enggan melaporkannya. Mereka khawatir akan menimbulkan kepanikan dan menyebabkan perpindahan ke daerah lain. Oleh karena itu, ketika ada kejadian endemik antraks di suatu daerah, penting untuk mengendalikan pergerakan hewan," ungkapnya.
Sebagai informasi tambahan, sebelumnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan bahwa tiga orang di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), meninggal dunia akibat antraks yang menular melalui hewan ternak.
Kemenkes saat ini sedang melakukan penyelidikan epidemiologi kasus tersebut di dua Kecamatan, yaitu Semanu dan Karangmojo, untuk menentukan sebaran dan penyebab penularan antraks secara pasti.
Hingga saat ini, terdapat 93 pasien yang dinyatakan positif terinfeksi antraks berdasarkan hasil tes serologi. Hasil pemeriksaan genom sekuensing pada semua kasus kematian menunjukkan hasil positif antraks.
Editor : EldeJoyosemito