PORT MORESBY, iNewsPurwokerto.id-Tanah longsor dahsyat yang menerjang perkampungan di Yambali, Provinsi Enga, Papua Nugini, telah mengubur lebih dari 2.000 orang hidup-hidup. Peristiwa yang terjadi pada Jumat (24/5/2024) dini hari ini menjadi musibah longsor terburuk di negara Asia Pasifik tersebut berdasarkan jumlah korban.
Angka lebih dari 2.000 korban tersebut tercantum dalam surat resmi dari pejabat Pusat Bencana Nasional Papua Nugini kepada PBB pada Senin (27/5/2024).
Foto-foto yang dirilis oleh badan PBB, Organisasi Migrasi Internasional (IOM), menunjukkan tanah bercampur bebatuan besar mengubur seluruh perkampungan.
Direktur CARE International PNG, Justine McMahon, mengatakan kepada stasiun televisi Australia ABC bahwa ketinggian timbunan mencapai 8 meter. Hal ini menyulitkan upaya penyelamatan karena tidak ada alat berat di lokasi dan akses menuju lokasi longsor terputus.
"Situasinya masih tidak stabil karena tanah longsor terus bergeser secara perlahan, menimbulkan bahaya bagi tim penyelamat dan para korban,” demikian isi surat dari Pusat Bencana Nasional PNG kepada PBB, seperti dilaporkan Reuters.
Upaya penyelamatan juga berisiko tinggi karena tanah di lokasi masih labil. Sesekali longsor tanah dan bebatuan masih terjadi. Selain itu, sekitar 4.000 orang yang tinggal di dekat lokasi bencana juga terdampak.
Medan yang tidak stabil, lokasi yang terpencil, serta konflik antar-suku di sekitar lokasi menghambat upaya bantuan. IOM menyatakan bahwa di bawah puing-puing longsor terdapat aliran air yang sangat berbahaya bagi penduduk dan tim penyelamat, membuat tanah dan bebatuan menjadi tidak stabil.
Meskipun lebih dari 2.000 orang dinyatakan terkubur, belum bisa dipastikan apakah mereka semua tewas. Sejauh ini, baru enam jenazah yang ditemukan.
Warga berhasil mengevakuasi beberapa korban yang masih hidup dari timbunan longsor, seperti pasangan suami-istri, Johnson dan Jacklyn Yandam, yang ditemukan di rumah mereka. Tim penyelamat mengetahui posisi mereka dari teriakan minta tolong.
Johnson dan Jacklyn mengungkapkan rasa syukur mereka kepada tim SAR, menyebut penyelamatan mereka sebagai sebuah keajaiban.
“Kami bersyukur kepada Tuhan karena telah menyelamatkan nyawa kami pada saat itu. Kami sudah yakin akan mati tapi batu-batu besar itu tidak menghancurkan kami,” kata Jacklyn.
"Sangat sulit untuk dijelaskan karena kami terjebak selama hampir 8 jam, lalu diselamatkan. Kami yakin kami diselamatkan untuk suatu tujuan," tambahnya.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait