JAKARTA, iNewsPurwokerto.id - Benarkah dilarang menikah pada bulan Suro? Sebagian masyarakat Jawa beranggapan jika bulan Suro atau bertepatan dengan bulan Muharram merupakan bulan keramat. Terdapat larangan yang masih dipercaya hingga saat ini untuk tidak mantu alias menikahkan anak.
KH Ahmad Muwafiq atau Gus Muwafiq, penceramah ternama mengatakan jika orang Jawa memang memiliki banyak larangan pada bulan Suro. Mereka tidak berani melakukan aktivitas seperti mantu, senang-senang hingga pindahan rumah.
"Ini orang yang kadang salah paham. Orang yang paling percaya dengan barang-barang yang bikin orang musyrik. Buktinya apa, masak pas bulan Asyura (Suro) enggak berani menikah. Malah orang Jawa memercayai kalau Nyi Roro Kidul mantu," ujar Gus Muwafiq dalam tayangan video ceramahnya dikutip dari Okezone, Kamis (4/7/2024).
Menurutnya, yang terjadi pada bulan Suro sebenarnya adalah terkait awal kisah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam hijrah. Saat itu Islam pertama kali turun di Makkah, kemudian lanjut ke Madinah.
Kemudian menantu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam hijrah yakni Ali mengajaknya ke Basrah. Mereka pergi bersama dengan Hasan dan Husein putranya.
Gus Muwafiq kemudian mengkisahkan, Basrah (Persia) pada masa itu merupakan negara yang belum dijamah Islam. Di mana orang-orang yang berada di sana masih menyembah api. Tapi, karena Ali menjadi sosok cerdas dan lembut, dia pun disegani oleh orang Persia.
Sampai akhirnya Raja Persia, Rustum, mencari tahu sosok Ali. Usai tahu kebaikannya, Raja Rustum yang berkepercayaan Majusi lantas berkunjung ke rumah, tujuannya adalah melamar putra Ali. Hingga akhirnya, putranya menikah dengan putri dari Raja Rustum dan mendapatkan banyak keturunan.
Dari kisah itulah Raja Rustum mantap masuk Islam. Dia tidak lagi menyembah api, akan tetapi percaya dengan adanya kuasa Allah Subhanahu wa Ta'ala. Muncul pula masjid-masjid untuk beribadah di Persia.
Namun bersamaan dengan itu, terjadi konflik di Madinah antara Bani Hasyim dengan Bani Umaiyah. Di mana Usman, ayahanda Ali, wafat terbunuh. Mendengar kabar itu, Ali pun pulang ke Madinah.
Akan tetapi konflik terus berlanjut hingga membuat Ali terbunuh oleh Abdurrahman bin Muljam. Hasan dan Husein yang berada di Basrah pun lantas pulang ke Madinah.
Kekuasaan pada saat itu berada di tangan Muawiyah, hingga konflik terus berlanjut. Hasan wafat usai keracunan di Madinah.
Husein yang merasa situasi makin tidak terkendali, kemudian menyerahkan Madinah kepada Yazid bin Muawiyah. Dia pun kembali ke Basrah bersama keluarga besarnya tanpa membawa pasukan perang. Hussein berharap terjadi perdamaian saat itu.
Saat berada di tengah perjalanan, tepatnya di Karbala, pada 9 Asyuro (9 Muharram), Yazid yang sudah tidak bisa mengendalikan emosi, kemudian mengirim pasukan perang untuk membunuh Husein beserta seluruh keluarga dan anak cucunya.
Tepat pada 10 Asyuro, pasukan Yazid melakukan pembantaian terhadap cucu-cucu Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam hijrah. Seluruh umat Islam pun berduka akibat perbuatan sadis tersebut.
Sejak saat itulah orang Islam di dunia, bahkan masyarakat Jawa, menjadikan Suro sebagai bulan duka atau bulan belasungkawa. Jadi, tidak ada kaitannya dengan Nyi Roro Kidul mengadakan pesta pernikahan.
"Itulah mengapa banyak orang Jawa tidak berani menikahkan anaknya di bulan Suro. Bukan karena Nyi Roro Kidul sedang melaksanakan pesta pernikahan, tapi karena sedang berada di bulan berduka," tegas Gus Muwafiq.
Wallahu a'lam bisshawab.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait