JAKARTA, iNewsPurwokerto.id - Komando Pasukan Khusus (Kopassus) adalah unit pasukan elite di TNI Angkatan Darat yang memiliki tugas-tugas berat dan penuh risiko. Anggota Kopassus merupakan prajurit-prajurit terpilih yang siap menghadapi tantangan besar.
Tugas anggota Kopassus tidaklah mudah, termasuk dalam hal penyamaran sebagai intelijen untuk menggali dan mengumpulkan informasi.
Beberapa tokoh jenderal Kopassus yang terkenal dan dihormati termasuk Benny Moerdani, Sarwo Edhie, Prabowo, dan Sutiyoso.
Sutiyoso nyamar jadi sopir
Sutiyoso, yang saat itu berpangkat mayor, pernah menyamar sebagai penjual durian dalam sebuah misi intelijen. Dalam operasi ini, Sutiyoso bertugas menangkap Hasan Tiro, pemimpin GAM (Gerakan Aceh Merdeka).
Setelah berhasil melacak keberadaan Hasan, Sutiyoso mengetahui bahwa Hasan akan mengirim Menteri Keuangan GAM, Usman, ke rumah seorang guru ngaji. Guru ngaji tersebut akan mengantar Usman ke rumah seorang pengusaha di Lhokseumawe.
Sutiyoso segera mengambil tindakan dengan menyamar sebagai pebisnis dan mengunjungi rumah pengusaha tersebut.
Bersama Kapten Lintang Waluyo, Sutiyoso berhasil menginterogasi pengusaha dan mendapatkan informasi penting tentang Usman. Dengan menyamar sebagai sopir pengusaha, Sutiyoso kemudian menangkap Usman, namun Hasan Tiro telah melarikan diri ke Malaysia.
Penyamaran jadi penjual durian
Dalam misi lain, seorang anggota Kopassus bernama Sersan Badri (nama samaran) juga melakukan penyamaran.
Dalam bukunya, Iwan Santosa E.A. Natanegara menceritakan bagaimana Sersan Badri menyamar sebagai penjual durian untuk menumpas GAM. Ia mengantar durian dari Medan ke Lhokseumawe dan dengan mudah memasuki wilayah yang dijaga oleh GAM.
Badri mendapatkan kepercayaan dari pasukan GAM untuk memetakan situasi, padahal sebenarnya ia adalah anggota Kopassus.
Intel jadi mayat
Pada tahun 1961-1962, Prada Pardjo juga menjalani misi berbahaya di Papua. Saat bertugas di Irian Barat, dia dan timnya disergap oleh Korps Marinir Kerajaan Belanda di Fakfak.
Merasa kalah jumlah, Prada Pardjo mundur dan berlari ke sebuah perkampungan yang rusak akibat serangan Belanda.
Di tengah situasi yang kritis, Pardjo terpaksa menyamar sebagai mayat dengan bersembunyi di balik jasad rekannya selama lima hari agar tidak terdeteksi oleh patroli Belanda.
Akhirnya, setelah situasi menjadi lebih aman, Pardjo berhasil diselamatkan oleh warga setempat.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait