"Bagaimana kalau dibuat seperti tol saja. Masuk semobil Rp25 ribu. Jadi ini adalah aset perhutani, dan pemda ikut mengelola. Saat ini keluhannya adalah pengunjung harus membayar saat melewati kebun raya dan palawi. Pengunjung butuh kepastian biaya saat berkunjung ke Baturraden,"ungkapnya
Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unsoed Ely Triasih Rahayu sebagai akademisi mengaku siap berkolaborasi terutama agar pihak luar, dalam hal ini pelaku wisata di luar Banyumas, dapat terkoneksi dengan wisata di Banyumas. "Mari kita pecahkan masalah agar wisatawan masuk ke Banyumas. Kami akan memasukkan proposal, misalnya paket wisata untuk para mahasiswa,"jelas dia.
Administratur KPH Banyumas, Mochamad Risqon Timur, mengatakan bahwa KPH Banyumas Timur mengelola kurang lebih 25 ribu hektar. Dari cakupan tersebut, sekitar 5.200 hektar masuk dalam kategori hutan lindung yang bisa dijadikan industri wisata alam.
"Industri wisata memiliki potensi yang sangat besar, meskipun infrastruktur akses wisata hutan saat ini masih sangat terbatas,"ujarnya.
Sementara itu, Ketua PWI Banyumas, Lilik Darmawan, mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan soal ekologi yang bisa berdampak pada peningkatan ekonomi. "Bayangkan jika hutan ini rusak, hampir pasti orang tidak akan datang. Bagaimana kita bisa mendatangkan banyak wisatawan bukan hanya dari segi jumlah, tapi juga kualitas wisatanya," katanya.
Ia menegaskan bahwa pengembangan wisata bukan hanya butuh kolaborasi di Banyumas, tetapi juga dengan daerah sekitar seperti Purbalingga hingga Kebumen. Kerjasama dan dukungan dari daerah sekitar sangat diperlukan.
Editor : Elde Joyosemito
Artikel Terkait