Tahun ini, Syaqila meminta agar ada pertunjukan seni lengger sebagai syarat sebelum rambutnya dicukur. "Tiba-tiba saja dia ingin ikut cukur rambut di Dieng dan minta lengger. Dia sangat menyukai kesenian lengger, bahkan bisa menonton semalam suntuk hingga pagi," tambah Winda.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banjarnegara, Tursiman, menjelaskan bahwa ritual ini merupakan tradisi yang telah lama ada di masyarakat Dataran Tinggi Dieng. "Fenomena anak-anak berambut gimbal ini adalah sesuatu yang khas di Dataran Tinggi Dieng. Mungkin tidak umum di masyarakat lain, tetapi di sini dianggap sebagai anugerah," katanya.
Menurut keyakinan masyarakat setempat, rambut gimbal ini hanya bisa dihilangkan melalui prosesi ritual yang dipimpin oleh tetua adat. "Untuk membuat rambut mereka kembali normal, harus dilakukan ritual pencukuran, mulai dari penjamasan hingga proses pencukuran itu sendiri. Jika permintaan anak-anak tidak dipenuhi, rambut gimbal mereka bisa tumbuh lagi," jelas Tursiman.
Pada DCF ke-14 ini, banyak anak yang ingin mengikuti prosesi tersebut, namun panitia membatasi jumlah peserta hanya 13 anak. "Sebenarnya ada sekitar 30 orang yang mendaftar, termasuk beberapa yang sudah dewasa, tetapi kami batasi untuk anak-anak usia SD ke bawah. Jika tidak dicukur melalui ritual ini, rambut mereka bisa tetap gimbal hingga dewasa," tambahnya.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait