SEBELUM melaksanakan ibadah apapun, seorang Muslim diwajibkan untuk bersih dan suci, seperti memiliki wudhu, bersih dari junub. Sebagaimana yang kita tahu, seseorang tidak diperbolehkan untuk salat apabila tubuhnya tidak bersih atau suci.
Ada larangan-larangan bagi orang yang junub, larangan tersebut berkaitan dengan kondisi junub dan penyebabnya. Junub sendiri merupakan hadats yang disebabkan oleh persetubuhan.
Orang yang junub itu tidak suci, dia berhadats besar. Karena itu, orang yang berkondisi junub wajib untuk mandi besar, atau mandi janabah.
Hukum mandi wajib ini berlaku bagi semuanya, laki-laki, wanita, orang dewasa, atau anak-anak yang sedang tumbuh dewasa. Lantas apa saja larangan yang diberlakukan kepada orang yang berkondisi junub?
Disarikan dari kitab Al-Mu’tamad fi Al-Fiqhi Asy-Syafi’ karya DR. Muhammad az-Zuhali, dijelaskan bahwa junub atau janabah secara bahasa artinya al-bu’du: menjauh. Istilah ini digunakan untuk dalam pembahasan air mani, jimak, atau pertemuan antara dua kelamin.
Penyebab junub tidak hanya disebabkan oleh persetubuhan. Namun, ada dua sebab yang menjadikan seseorang dihukumi junub, yakni:
1. Karena Jimak
Junub disebabkan oleh jimak–persetubuhan. Biasanya dilakukan antara laki-laki dan wanita. Yaitu dengan memasukkan zakar ke dalam farji. Jika demikian maka keduanya wajib melakukan mandi.
Allah berfirman,
وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ
“Jika kamu junub, maka mandilah” (QS. Al-Maidah: 6)
Aisyah meriwayatkan, Rasulullah bersabda,
إِذَا جَاوَزَ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila dua orang yang telah dikhitan bertemu (bersetubuh) maka wajib melakukan mandi, sekalipun tidak mengeluarkan mani.” (HR. At-Tirmidzi No. 102)
Mandi juga wajib bagi orang yang memasukkan zakarnya ke dalam farji tanpa disengaja atau tanpa maksud berjimak. Mandi juga wajib sekalipun memasukkan zakar bukan pada farji yang shahih (istri-istrinya); farji wanita asing, binatang, atau bahkan memasukkannya ke bagian dubur baik menggunakan alat kontrasepsi maupun tidak
2. Keluar mani
Sebab junub yang lain adalah keluar mani. Seseorang wajib melakukan mandi ketika dirinya mengeluarkan mani. Berlaku bagi semuanya, bagi laki-laki maupun perempuan. Baik keluar mani karena bersetubuh, bercumbu, mimpi basah, saat tidur atau saat terbangun, sebab mengkhayal, berpikir, dll. Oleh sebab itu, semuanya wajib melakukan mandi.
Seseorang yang mimpi basah namun dia tidak mendapati mani yang keluar, atau ragu apakah keluar mani atau tidak maka tidak wajib mandi. Sebaliknya, jika mendapati mani ketika bangun tidur, sekalipun tidak ingat bahwa dirinya mimpi basah maka dia berkewajiban untuk mandi oleh sebab mendapati mani.
Diriwayatkan dari Aisyah, suatu ketika seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam perihal laki-laki yang mendapati basah namun dia tidak ingat apakah bermimpi.
Sesudah itu, Nabi menjawab: “Dia harus mandi.” Adapun kepada laki-laki yang bermimpi namun tidak mendapati basah air mani, Nabi menjawab: “Dia tidak perlu mandi.” (HR. Abu Dawud No. 204)
Seseorang yang mendapati tempat tidurnya basah karena air mani, dan tidak ada satu orang pun selain dia yang tidur di kasur itu maka wajib mandi. Jika dia telah mendirikan shalat maka wajib diulangi. Akan tetapi, jika tempat tidurnya juga dipakai oleh orang lain maka dia tidak wajib mandi oleh sebab keraguannya dalam kasus ini. Hanya saja dianjurkan baginya untuk mandi. Tidak perlu mandi oleh sebab keluar madzi atau wadzi. Cukup mencucinya dan berwdhu saja.
Larangan Bagi Orang yang Junub
Ada beberapa perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang junub, baik junub karena bersetubuh atau karena keluar mani. Beberapa perbuatan ini adalah sebagian yang tidak boleh dilakukan oleh wanita haid dan nifas. Sebab ada perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh wanita haid dan nifas namun boleh dilakukan oleh orang yang junub, contohnya bersetubuh itu sendiri.
Dikutip dari laman dakwah.id, berikut perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang junub:
1. Dilarang shalat
Orang junub tidak boleh melakukan shalat secara mutlak: shalat fardhu, shalat nafilah, maupun shalat yang lain. Allah berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكَارٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ
“Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air” (QS. An-Nisa’: 43)
2. Dilarang berdiam diri di masjid
Orang junub tidak boleh berdiam diri di dalam masjid, duduk-duduk, dan bersantai-santai di dalamnya. Orang junub boleh menyeberangi bagian dalam masjid. Baginya tidak makruh menyeberangi masjid jika memang ada hajat dan uzur
Sebagaimana firman Allah,
“Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub).” (QS. An-Nisa’: 43)
Makna “janganlah kamu (mendekati) shalat” adalah; termasuk di dalamnya mendekati tempat yang biasa digunakan untuk mendirikan shalat.
3. Dilarang Thawaf
Orang junub tidak boleh melakukan tawaf di Baitullah. Pada prinsipnya, thawaf itu sama dengan shalat; sama-sama bentuk ibadah yang menyaratkan kesucian pada pelakunya. Akan tetapi, thawaf boleh berbicara sedangkan shalat tidak. Tambahan pula, pelaksanaan tawaf itu di dalam Masjidil Haram. Ibadah tawafnya sendiri tidak boleh, apalagi ditambah berdiam diri di dalam masjid.
4. Dilarang menyentuh mushaf
Orang junub tidak boleh menyentuh mushaf: lembaran, kover, atau bagian mushaf yang lain. Apabila menyentuhnya saja tidak boleh maka membawanya juga tidak boleh. Namun, boleh membawa barang yang di dalamnya berisi mushaf. Dengan syarat dia tidak bermaksud membawa mushaf tersebut. Contohnya, membawa tas yang di dalamnya berisi mushaf dan barang-barang yang lain.
Orang junub boleh menyentuh dan membawa kitab tafsir sebab pada umumnya kitab tafsir tidak dianggap sebagai mushaf itu sendiri.
Allah berfirman,
لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ
“tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 79)
5. Dilarang membaca Al-Qur'an
Orang junub tidak boleh membaca al-Quran sekalipun hanya satu atau sebagian ayat saja. Apabila dia membaca sebuah kitab dan mendapati di dalamnya terdapat ayat al-Quran maka dia tidak boleh membacanya.
Ibnu Umar meriwayatkan, Rasulullah bersabda,
لاَ يَقْرَأُ الجُنُبُ وَالحَائِضً شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ
“Orang yang junub dan haid tidak boleh membaca sesuatu apa pun dari al-Quran.” (HR. Al-Bazzar, 12/220. Al-Bani mengatakan hadis ini munkar)
Orang junub boleh membaca kalimat dzikir dalam Al-Qur'an dengan niat berdzikir atau berdoa, bukan dengan niat membaca. Sementara itu, dia boleh melihat isi Al-Qur'an dan melafalkannya di dalam hati. Sebab yang disebut dengan membaca adalah ketika melafalkannya dari lisan.
Orang junub yang tidak mendapati air untuk mandi, juga tidak mendapati tanah untuk bertayamum, hendaknya tetap mendirikan shalat jika waktunya akan segera habis. Yaitu hanya membaca Al-Fatihah saja dalam shalatnya, tidak membaca yang lain. Demikian itu sebagai bentuk penghormatan terhadap waktu shalat.
Wallahu A'lam
Lihat Juga :
5 Larangan Bagi Orang yang Junub, Nomor 4 Tak Sadar Sering Dibawa
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait