"Terhadap pelaku kami kenakan pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau pasal 281 KUHP. Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun penjara," ujar AKBP Achmad Akbar.
Selain memproses secara hukum, penyidik juga menempuh pendekatan kuratif untuk memahami kondisi psikologis pelaku. Langkah ini diambil agar pelaku dapat menjalani proses rehabilitasi mental dan kembali berbaur secara sehat dalam masyarakat.
“Kami libatkan tenaga psikolog untuk menggali latar belakang perilaku pelaku dan memberikan pendampingan. Tujuannya untuk penyembuhan jika ditemukan gangguan atau pemahaman yang menyimpang dalam diri pelaku,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kurniasih Dwi Purwanti, psikolog dari RSUD Goeteng Taroenadibrata, mengungkapkan bahwa perilaku menyimpang pelaku kemungkinan dipicu oleh paparan konten pornografi sejak usia dini.
“Yang perlu digarisbawahi adalah pelaku terbiasa menonton video porno sejak kecil dan tidak mendapat pemahaman yang benar tentang relasi antara laki-laki dan perempuan,” jelas Kurniasih.
Ia menambahkan, kebiasaan menonton konten vulgar ini memicu timbulnya pemikiran keliru dalam diri pelaku. “Dimulai dari tontonan porno, lalu berkembang ke eksibisionisme, di mana dia merasa puas dengan mempertontonkan alat kelaminnya,” pungkasnya.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait