Sementara, Ketua DPRD Banyumas Subagyo menegaskan dukungan penuh terhadap rencana penataan tersebut. DPRD bahkan telah mengalokasikan anggaran Rp1 miliar pada tahap awal, yang difokuskan untuk penataan segmen pertama.
“Kami sepakat kawasan ini perlu ditata agar lebih rapi dan tertib, namun tetap menjaga keberadaan PKL sebagai bagian dari kekuatan ekonomi rakyat. Yang penting ada keseimbangan antara estetika kota dan kebutuhan masyarakat,” kata Subagyo.
Ia juga menekankan pentingnya kesadaran pedagang untuk tidak menggunakan sembarangan badan jalan atau trotoar. “Kalau ingin kawasan ini seperti Malioboro di Yogyakarta, semua pihak harus tahu batas, mana ruang dagang dan mana ruang pejalan kaki,” tandasnya.
Sedangkan Ketua Paguyuban Bung Karno Street Trader (BST), Ardi Siswanto, menyatakan kesiapan komunitasnya mendukung penataan asalkan kebijakan tidak menyulitkan para pelaku UMKM.
“Kami ini pelaku usaha mikro dengan penghasilan pas-pasan, hanya sekitar Rp40–50 ribu per hari. Itu pun hanya cukup untuk biaya sekolah anak,” ungkap Ardi. Menurutnya, keberadaan PKL tidak sekadar urusan ekonomi, tetapi juga bagian dari realitas sosial di Purwokerto.
Kritik juga datang dari Paguyuban PKL Pasir Muncang Bersatu. Perwakilan mereka, Eboy, menyoroti skema relokasi yang dianggap belum memperhatikan kenyamanan pedagang maupun pembeli.
“Lapak 2×1 meter itu terlalu sempit, apalagi buat kami yang jual makanan. Gerak susah, pelayanan juga jadi terbatas. Kalau ramai, pasti ada pedagang. Jangan matikan semangat kami,” tegasnya.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait