Sementara itu, Wakil Bupati Purbalingga Dimas Prasetyahani menyatakan apresiasinya terhadap inisiatif konservasi berbasis komunitas tersebut.
Pemkab Purbalingga juga mengerahkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), guna memastikan dukungan teknis serta keberlanjutan program konservasi.
Keunikan kegiatan ini terletak pada pengintegrasian nilai budaya lokal dalam praktik pelestarian lingkungan. Prosesi konservasi diawali dan diiringi dengan penampilan kesenian Braen, kesenian khas Perdikan Cahyana, yang menjadi media doa sekaligus penghormatan kepada alam.
Pendekatan ini menegaskan bahwa upaya menjaga mata air tidak semata bersifat teknis, tetapi juga berlandaskan nilai spiritual dan kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Koordinator Komunitas Dharma Bhakti Patanjala sekaligus Ketua PPA Gasda, Teguh Pratomo, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menjaga sumber daya air.
“Ini adalah wujud nyata sinergi pentahelix antara komunitas, adat, pemerintah, aparat, dan akademisi. Bagi kami, menjaga mata air berarti menjaga peradaban dan budaya. Dukungan dari Pak Wakil Bupati dan Pak Kapolres menjadi energi besar agar gerakan ini berkelanjutan,” ujarnya.
Melalui kegiatan ini, Komunitas Dharma Bhakti Patanjala berharap pemulihan ekosistem mata air di Gunung Cahyana dapat memberikan dampak ekologis jangka panjang, sekaligus menjadi contoh bagi desa-desa lain dalam mengembangkan model konservasi lingkungan yang berpijak pada budaya lokal dan kolaborasi multipihak.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait
