Kuncar juga menjelaskan, di tanggal 23 November 1907, Sukarno ikut pindah lagi bersama ayahnya, kemudian menetap lama di Mojokerto pada 22 Januari 1909. Setelah itu, Sukarno kecil sekolah di Hoogere Burgerschool (HBS) Surabaya. Sedangkan bapaknya pindah tugas lagi ke HBS Blitar.
"Nah, cerita Blitar sebenarnya diawali dari sini. Jadi bapaknya dari dari Mojokerto pindah ke Blitar. Kemudian kontrak di sebuah rumah kecil, lantas ketika libur sekolah, Sukarno muda pulang ke Blitar untuk bertemu orang tuanya. Jadi seolah-olah Bung Karno pada waktu itu mudik ke Blitar. Padahal awal mulanya itu karena Bapaknya dimutasi," ucapnya.
Di tengah perjalanan Sukarno muda saat mengenyam pendidikan di HBS Surabaya, ada secuil kisah menarik yang dijalaninya. Saat itu di usianya yang baru menginjak ke 15 tahun, Sukarno rela berjauhan dari keluarganya dan memilih untuk merantau ke Kota Pahlawan. Saat itu ia, tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto.
Saat mengenyam pendidikan, Sukarno muda tinggal bersama 30 pemuda lainnya di indekos milik HOS Tjokroaminoto yang terletak di Jalan Peneleh Gang VII No. 29 - 31, Surabaya. "Jadi yang tinggal di situ indekos Tjokroaminoto) gratis, tapi syaratnya harus makan di rumah itu. Karena waktu itu Sukarno makannya sedikit, sehari dua bahkan sekali, maka dia tinggalnya di indekos paling belakang, sekarang menjadi sekolah SD Muhammadiyah," tutur Kuncar.
Bukan hanya indekos, sebagai seorang yang kaya akan rasa ingin tahu, Sukarno muda sering kali ikut nimbrung bersama pendiri Sarekat Islam (SI) itu, ketika mempraktikkan pidato atau diskusi soal politik. Bahkan, saat itu Sukarno sempat menjadi wartawan tulis media yang dimiliki oleh Tjokoroaminoto.
"Di usianya yang masih 15 tahun, Sukarno itu pembaca ulung, makannya di kalau menulis itu runtun. Dia bertemu banyak orang yang usianya jauh di atasnya. Yang paling keren, pertama kali Sukarno mengenal Islam itu di rumah HOS Tjokroaminoto," katanya.
Di usianya yang menginjak ke 20 tahun, Sukarno remaja baru mengenal yang namanya cinta. Kala itu ia menyatakan cintanya kepada Utari, anak pertama HOS Tjokroaminoto. Saat itu, waktu sore hari menyatakan cintanya di atas Jembatan Peneleh, sembari menghadap ke selatan.
Kemudian pada usia ke 21 tahun, Sukarno mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Bandung. Selang satu tahun kemudian, Sukarno mendengar kabar bahwa istri Tjokroaminoto wafat pada tahun 1921. Setelah menerima telegram dari Surabaya, dia pun memutuskan untuk cuti selama tujuh bulan.
Saat itu Tjokroaminoto merasa tiada harapan lagi, tanpa istrinya, tokoh politik itu akhirnya sempat ling lung. Karena Tjokroaminoto sudah tidak lagi punya penghasilan dari hasil usaha istrinya. Pada saat Sukarno tinggal di Surabaya itu pula, ia melangsungkan pernikahan.
Bukan hanya menikah dengan Utari, ketika dia cuti kuliah selama tujuh bulan, akan tetapi ia juga sempat bekerja sebagai pegawai tidak tetap di Stasiun Semut (Surabaya Kota) untuk membantu keuangan Tjokroaminoto sekaligus menghidupi biaya sehari-harinya bersama sang istri.
"Jadi ini yang nggak banyak diungkap pertama kali Sukarno menikah di Surabaya, tentu ia bekerja susah payah di Stasiun Semut. Itu ada catatannya juga di sebuah buku di Jepang, ditulis bahwa Bung Karno bekerja sebagai outsourcing," katanya.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait