JAKARTA,iNews.id - Mafia tanah sudah mengakar kemana-mana dan praktiknya sangat rapih ke berbagai instansi, termasuk juga di lingkungan Badan Pertanahan Negara (BPN). Salah satu modus yang biasa dilakukan adalah dengan menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari kelurahan.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial (KY). Dalam kesempatan tersebut, Sofyan membeberkan cara kerja mafia tanah.
Menurut Sofyan, siapa saja yang datang meminta SKT maka akan diterbitkan oleh pihak kelurahan. Kasus semacam ini menurutnya banyak terjadi di luar Jawa.
"Surat keterangan tanah terutama di luar Jawa misalnya. Dan itu juga sumber sengketa nanti," ujar Sofyan, dalam diskusi virtual bersama Komisi Yudisial, Kamis (8/10/2021).
Sofyan menambahkan, mafia tanah juga memiliki jaringan di mana-mana, termasuk di tubuh BPN sendiri. Secara terang-terangan dirinya mengakui ada pegawai BPN yang menjadi bagian dari mafia tanah.
"Jadi mafia tanah teman-temannya itu di mana-mana. Jadi BPN juga kalau orang mengatakan bagian dari mafia tanah saya akui betul. Oleh karena itu kami perangi betul di internal," tegasnya.
Kasus sengketa lahan yang digagas mafia tanah, imbuh dia, bisa terhindar jika pegawai BPN tidak terlibat. Karena, ketika mafia tanah bertemu dengan pegawai BPN yang berintegritas, perkara yang dibawa mafia itu tidak bisa berkembang.
Cara kerja mafia tanah lainnya adalah dengan kasus sengketa tanah dengan membawa surat girik palsu. Menurutnya girik itu bagai bola liar. "Girik itu betul-betul bola liar. Girik itu bisa taruh di mana saja. Ada istilah kita itu 'surat cari tanah'," terang Sofyan.
Menurutnya sejak tahun 1993, sebetulnya girik sudah tidak lagi bisa dijadikan bukti kepemilikan tanah. Oleh sebab itu saat masanya Dirjen Pajak Mar'ie Muhammad girik hanya dianggap sebagai surat pajak.
Oleh karena tidak lagi digunakan, maka banyak form girik lepas dari pengawasan, selanjutnya muncullah orang-orang beritikad buruk memanfaatkan form tersebut. Mereka kemudian memfabrikasi dan mengeluarkan girik-girik lama berwujud baru.
Sofyan memberikan contoh kasus pada kasus penangkapan jaringan mafia tanah di oleh Polda Banten belakangan, ditemukan satu koper besar berisi girik palsu dengan 72 stempel.
Jika sudah mengantongi girik, langkah selanjutnya yang biasa mafia tanah lakukan adalah menggugat status kepemilikan suatu lahan dengan girik tersebut. Karena para mafia tanah memiliki jaringan di pengadilan, mereka bisa memenangi gugatan sengketa lahan.
"Dia punya jaringan di pengadilan, kemudian akhirnya bisa menang, semakin harga tanah semakin mahal maka operasi mafia itu menjadi lebih intensif," jelasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta