Melalui ELS itulah, siswa yang belajar wajib menggunakan bahasa Belanda di lingkungan sekolah dan pergaulan sehari-hari. Meskipun demikian, mereka dapat berbicara menggunakan bahasa lain dengan orang tua atau kerabatnya di rumah.
Setingkat SMP, pemerintah Belanda menyediakan HBS (Hoogere Burgershool) dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwjs). Perbedaan keduanya terletak pada lama masa belajarnya. Jika HBS hanya menuntut siswa belajar selama 5 tahun, MULO hanya mewajibkan siswanya untuk bersekolah selama 3 tahun.
Sisi positifnya HBS, siswa bisa langsung melanjutkan pendidikannya ke institusi pendikan tinggi setingkat universitas, tanpa perlu melanjutkan ke SMA.
Data pada tahun 1915 menyebutkan, HBS hanya tersebar di beberapa kota seperti Semarang, Bandung, Surabaya, dan Jakarta (Batavia). Sementara itu, sekolah di zaman Belanda yang setingkat dengan SMA adalah AMS atau Algemeene Middelbare School.
Tokoh Pendidikan Indonesia
Tak lengkap rasanya bila tidak mengulas tokoh pendidikan yang paling berpengaruh di Indonesia jika membahas perkembangan pendidikan, terkhusus bagi para pribumi. Salah satunya Ki Hadjar Dewantara.
Mengutip informasi resmi yang ada dalam laman Kemendikbud, Ki Hadjar Dewantara memberikan pemikiran bahwa pendidikan hanya bertujuan untuk menuntun kodrat yang ada pada anak-anak atau siswa. Dengan demikian, mereka mampu menggapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pola pendidikan yang diberikan Belanda terkesan membatasi dan tidak memberikan kesempatan bagi masyarakat pribumi untuk mendapatkan pendidikan sepadan. Karena itu, Ki Hadjar yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat ini mendirikan sekolah Taman Siswa pada 1922 di Yogyakarta.
Melalui lembaga pendidikan tersebut, dia berharap bahwa kesempatan dan hak pendidikan bagi kaum pribumi bisa dinikmati secara merata dan sama, tanpa membeda-bedakan antara kaum priyayi dan masyarakat biasa.
Ki Hadjar Dewantara kemudian dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia dan dianugerahi gelar Pahlawan Pergerakan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 305 Tahun 1959.
Editor : Arbi Anugrah