Saat bertugas di Timor Timur, Kapten Sugeng menggunakan helikopter jenis Hughes 500 milik maskapai Pelita Air Service yang diperbantukan di Angkatan Laut dan tugasnya adalah sebagai pengarah tembakan dari udara, pengiriman pasukan ke garis depan dan penjemputan pasukan serta evakuasi prajurit yang terluka.
Pada bulan Agustus 1976, Kapten Sugeng yang saat itu tengah off karena baru saja kembali dari tugas penerbangan mendapat berita bahwa satu regu pasukan TNI Angkatan Darat dari RPKAD terkepung sekelompok besar pasukan pemberontak Fretilin di salah satu sudut kota Beaco. Gencarnya serangan dan ketatnya pengepungan Fretilin menyebabkan pasukan RPKAD saat itu hampir kehabisan amunisi.
Mayor KKO (Anm) Sugeng Hardjotaruno Mendengar berita tersebut, spontan Kapten Sugeng mengajukan diri untuk mengirim amunisi ke pasukan RPKAD (Kopassus) yang tengah terjepit di Beaco.
Tidak mudah mendekati posisi pasukan RPKAD karena dari arah bawah pasukan Fretilin juga gencar melepaskan tembakan ke arah helikopter Hughes 500 Kapten Sugeng. Setelah berputar-putar mencari posisi dropping yang aman dijangkau pasukan RPKAD, Kapten Sugeng berhasil melaksanakan misinya.
Pasukan RPKAD berhasil memperoleh amunisi sehingga mampu melancarkan serangan balik. Namun keberhasilan tersebut harus dibayar dengan nyawa Kapten Marinir Sugeng.
Sang pilot pemberani yang saat itu tengah duduk di kursi pilot gugur tertembak sniper Fretilin. Atas dedikasi dan kepahlawanannya, Kapten Marinir Sugeng Hardjotaruno dianugerahi Bintang Sakti berdasarkan Keppres Nomor 069/TK/TH. 1978 tanggal 14 Desember 1978 dan pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Marinir Anumerta.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta