PURBALINGGA, iNews.id - Tingginya angka anak putus sekolah di Kabupaten Purbalingga, mendorong Pemerintah Daerah melakukan upaya percepatan penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS). Salah satunya dengan meluncurkan program Gerakan Mageh Padha Sekolah (GMPS) Rabu (1/12/2021) di Pendopo Dipokusumo.
"Berdasarkan data Susenas, pada tahun 2020 menunjukkan di Purbalingga terdapat 20.283 anak usia 7 – 18 tahun tidak tidak sekolah," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Purbalingga, Suroto.
Gerakan ini dilakukan agar anak usia sekolah belum sekolah, putus sekolah dan yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang minimal tingkat menengah atas dapat kembali ke sekolah.
“Tahun 2022 rencana akan dilakukan perluasan replikasi penanganan ATS ke seluruh desa di Purbalingga guna mempercepat penurunan ATS,” kata Suroto.
Untuk percepatan, selain dibentuk Tim GMPS, juga pemberian Bantuan Sosial Beasiswa Kurang Mampu untuk Anak Usia Sekolah Tidak Sekolah (AUSTS). Khususnya untuk SD/MI, SMP/MTs dan Kejar Paket A/B di Purbalingga tahun 2021.
“Jumlah penerima sebanyak 1132 anak ditambah 15 anak hasil pendataan SIPBM di 4 desa piloting,” lanjut Suroto.
Sementara menurut Sekretaris Daerah Kabupaten Purbalingga, Herni Sulasti menjelaskan bantuan AUSTS sudah diberikan oleh Pemkab Purbalingga sejak 2016 dengan akumulasi 3.732 penerima dengan anggaran total Rp 9,1 miliar hingga 2020.
“Tahun 2021 kami juga masih menganggarkan Rp 1,5 milyar untuk ATS dan anak beresiko putus sekolah baik dari level SD, SMP dan juga kelompok belajar / kejar paket A setara SD maupun B setara SLTP. Selain bantuan ATS, juga ada kegiatan beasiswa pendidikan untuk pendidikan tinggi dan pesantren dalam rangka membantu siswa untuk tidak putus sekolah,” katanya.
Angka ATS yang tinggi di Purbalingga yang mempengaruhi angka rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah tentu akan berpengaruh pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Oleh karenanya penanganan ATS tetap jadi prioritas Pemkab Purbalingga.
Tim GMPS sendiri akan mendapatkan pendampingan dari Unicef dengan mitranya Institut Teknologi Dan Bisnis (ITB) Semarang beserta para fasilitator. Arah kebijakannya yakni mengembalikan anak putus sekolah ke sekolah formal, mendorong semakin banyak terbentuk dan beroperasinya PKBM guna memperluas layanan sekolah melalui kejar paket serta pendidikan kecakapan hidup /life skill untuk menunjang kemampuan ekonominya dalam mengarungi kehidupan sehari-hari.
“Untuk mewujudkan sukses penanganan ATS, saya minta agar Dinpermasdes dan unsur dari desa untuk ikut mendampingi. Dindikbud diminta untuk memantau, memfasilitasi serta kolaborasi dengan Dindikbud Jateng untuk memastikan anak dapat menyelesaikan sekolahnya. Secara berkala kami akan mengevaluasi progres penanganan ATS ini,” katanya.
Kepala Perwakilan Unicef wilayah Jawa - Bali, Ermi Ndoen mengungkapkan GMPS merupakan gerakan moral bersama untuk memenuhi cita-cita anak-anak, untuk mempunyai hak pendidikan yang sama.
"Kita tidak melihat angka 20.283 (ATS), tapi kita berfikir bahwa tidak boleh satu anak pun di Purbalingga yang tidak mendapatkan hak pendidikannya," katanya.
Editor : Aryo Arbi