JAKARTA, iNewsPurwokerto.id - Kemendikbudristek gencar memerangi tindakan perundungan (bullying) di lingkungan pendidikan. Sebab, perundungan diyakini banyak pihak dapat menghambat keamanan dan kenyamanan dalam proses belajar peserta didik.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Penguatan Karakter (Plt. Kepala Puspeka) Kemendikbudristek, Hendarman mengungkapkan, untuk mencegah aksi perundungan dibutuhkan peran penting dari seluruh ekosistem di satuan pendidikan. Ia mengungkapkan bahwa Kemendikbudristek telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengatasi persoalan tiga dosa besar pendidikan ini, termasuk melibatkan UNICEF.
“Kita juga menjalankan program ROOTS melalui kerja sama dengan UNICEF. Ini merupakan program penanggulangan tindak perundungan di sekolah. Program ini fokus pada upaya membangun iklim yang aman di sekolah dengan mengaktivasi peran siswa sebagai Agen Perubahan,” kata Hendarman dalam keterangannya, Kamis (8/12/2022).
Di mana berdasarkan data UNICEF, program Roots merupakan program global pencegahan kekerasan di kalangan teman sebaya, yang berfokus pada upaya membangun iklim yang aman di sekolah. Intervensi di Indonesia diadaptasi dari program di Amerika Utara yang disebut Roots 5 dan berfokus untuk membangun iklim positif sekolah.
Hal ini diutarakan Hendarman dalam sebuah diskusi bertajuk “Bersama Kita hentikan Perundungan" yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Senin (5/12). Topik ini sengaja diangkat untuk meningkatkan pemahaman tentang isu kekerasan pada ekosistem pendidikan.
Sementara menurut Erlinda, selaku salah satu komisioner pada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2014-2017 dan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden yang kerap mengadvokasi beberapa persoalan kekerasan terhadap anak mengungkapkan bahwa persoalan tiga dosa besar dalam pendidikan sangat mendominasi ketika ia menjabat di KPAI.
Bahkan sampai hari ini. Menurutnya, para pemangku kepentingan harus berkolaborasi untuk melakukan kampanye maupun pencegahan atas kemungkinan tindak kekerasan pada anak.
“Kita cukup beruntung, untuk tiga dosa besar ini, salah satunya kekerasan seksual, kita sudah punya payung hukum yang sangat luar biasa karena tidak hanya dibahas penanganan kasus itu sendiri tapi juga ada pencegahan termasuk psikososial, trauma healing, termasuk mitigasi,” kata Erlinda.
Erlinda menjelaskan bahwa semua pihak diminta untuk memprioritaskan aksi pencegahan kekerasan dengan melibatkan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Termasuk penegakan hukum yang mendatangkan efek jera bagi pelaku dan memberikan layanan rehabilitasi pada korban.
Abdul Aziz, Kepala Sekolah SMPN 9 Bulukumba, mengungkapkan bahwa pertama kalinya ia dan guru-guru di sekolah mendengar kata perundungan, persepsi yang muncul adalah istilah pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik.
“Ketidakpahaman ini membuat kami melakukan pembiaran terhadap pelaku bullying. Kami awalnya tidak paham bagaimana ciri serta jenis dari bullying tersebut. Pernah terjadi siswa kami memutuskan untuk keluar dari sekolah karena sering diolok-olok oleh temannya, kami pada waktu itu belum paham itu bagian dari tindakan bullying,” kata Abdul Aziz.
Pengalaman berbeda diungkapkan Prihatini, seorang guru di PKBM Homeschooling Bintang Harapan, Bandung, yang mengungkapkan bahwa hampir sebagian besar murid yang masuk ke sekolahnya adalah korban perundungan.
“Perundungan yang mengakibatkan mereka mencari lembaga pendidikan yang membuat mereka lebih nyaman. Perundungan adalah dosa besar yang harus diperangi oleh sekolah,” kata Prihatini.
Belajar dari pengalamannya, prihatini mengungkapkan, kasus murid-murid yang pindah ke PKBM Homeschooling semakin banyak. “Saya mengimbau ekosistem pendidikan harus memerangi bersama-sama memerangi perundungan ini dengan serius dan sungguh-sungguh,” pungkasnya.
Maka dari itu tiga dosa besar yang terus diberantas dan dimitigasi mencakup (1) intoleransi, (2) perundungan, dan (3) kekerasan seksual. Hingga saat ini, Kemendikbudristek berkomitmen untuk terus menghadirkan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, positif, dan memerdekakan bagi siswa.
Editor : Arbi Anugrah