BANDUNG, iNewsPurwokerto.id - Kegiataan deradikalisasi kepada narapidana terorisme (Napiter) terus dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menangkal ideologi radikal dan teror. Meski demikian, masih ada beberapa napiter yang tidak mau dideradikalisasi.
"Sampai hari ini yang berada di Lapas Nusakambangan masih ada yang harus ditempatkan di supermaximum security. Karena apa? Karena mereka masih belum mau (dideradikalisasi dan setia kepada NKRI). Ini masalah ideologi ya," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Rafli Amar di Kota Bandung, Kamis (8/12/2022).
Meski demikian, terkait kasus bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar, Kota Bandung, ujar Boy, hanya nol koma sekian. Jadi kecil dan hanya segelintir orang yang pernah terhukum atau terpidana kasus terorisme yang kemudian menjadi pelaku aksi bom bunuh diri.
Seperti yang dilakukan Agus Sujatno, eks napi teroris yang sempat mendekam di Nusakambangan lalu meledakkan diri di Mapolsek Astana Anyar, Kota Bandung pada Rabu (7/12/2022).
"Dalam catatan kami (BNPT), ada sekitar 1.290 yang telah mengikuti program deradikalisasi. Itu di angka sekitar 8 persen menjadi residivis ya. Jadi residivis di sini ada yang kembali terkait kasus terorisme,"
Jadi kelompok ideologi itu, ujar Boy Rafli Amar, biasanya mencari dan memang ingin mati. Ini lah berbahayanya ideologi terorisme yang merupakan extraordinary crime.
"Kami menyadari, program deradikalisasi dalam kejahatan yang sifatnya extraordinary crime ini, tidak semua mereka (teroris) itu setuju begitu saja. Tidak semua mereka itu menerima. Mayoritas ada yang berikrar baik dan setia kepada NKRI itu, satu dua," ujar Boy.
Ideologi itu, lanjut Boy, memengaruhi karakter dan watak seseorang sehingga menjadi irasional. Maka dari itu, BNPT tidak bisa hanya bertumpu kepada kekuatan aparat dan stakeholder. "Semua masyarakat semua kita ajak. Siapa masyarakat itu? Keluarga," ucapnya.
BNPT ingin agar seluruh masyarakat Indonesia ini menjadi sebuah bangunan yang tidak setuju dengan ideologi berbasis kekerasan. Tapi mereka setuju dengan karakter bangsa Indonesia yang lebih semangat toleransi, gotong royong, saling tolong menolong.
"Ini (radikalisme dan terorisme) kan transnasional ideologi yang memang sengaja dilempar ke dalam masyarakat kita agar masyarakat kita menjadi intoleran," ujar Kepala BNPT.
Padahal, intoleran itu bukan karakter bangsa Indonesia. Karena itu,, BNPT dan semua stakeholder mengharapkan peran serta seluruh lapisan masyarakat.
"Kami ajak bersama agar jangan sampai masyarakat menjadi korban keterpaparan virus intoleransi dan radikalisme yang merupakan transnasional ideologi. Ajaran yang tidak sejalan dengan kepribadian masyarakat Indonesia dengan konstitusi negara dan ideologi Pancasila," pungkasnya.
Editor : Arbi Anugrah