JAKARTA, iNewsPurwokerto.id - Mengenal motif batik parang dan lereng yang dilarang digunakan tamu undangan saat resepsi pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono. Aturan tersebut sudah jauh-jauh hari dilakukan panitia acara agar para tamu yang menghadiri pesta Ngunduh Mantu di Pura Mangkunegaran, pada Minggu 11 Desember 2022 tidak menggunakannya.
Bahkan, juru bicara pernikahan Kaesang-Erina, Gibran Rakabuming Raka mengatakan, aturan tersebut datang dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegoro (MN) X. Lantas, apa makna yang terkandung dalam batik parang yang dilarang digunakan saat pernikahan Kaesang-Erina beberapa waktu lalu.
Dilansir Okezone dari Goodnewsfromindonesia.id, batik parang merupakan salah satu motif tertua. Parang berasal dari kata pereng, yang artinya adalah ‘lereng’. Pereng atau perengan merepresentasikan garis menurun secara diagonal.
Situs Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta menuliskan, berdasarkan sejarah, Sultan Agung Hanyokrokusumo yang merupakan raja Mataram Islam dan memerintah pada tahun 1613—1645. Pada masa Mataram Islam, motif parang hanya boleh digunakan oleh para raja dan keturunannya (sentana).
Tapi, seiring berjalannya waktu, banyak juga masyarakat yang menggunakan batik dengan motif parang. Setelah masa kemerdekaan Indonesia, aturan penggunaan motif batik tersebut mengalami pelonggaran. Namun, motif parang masih menjadi motif yang ditinggikan di lingkungan Keraton Surakarta, Yogyarakta, Mangkunegaran, dan Pakualaman.
Selain motif tertua, parang juga mengandung makna yang mendalam. Motif tersebut melambangkan petuah untuk tidak pernah menyerah. Hal tersebut layaknya ombak di lautan yang tak pernah berhenti bergerak.
Motif batik parang memiliki makna jalinan yang tidak pernah terputus. Hal tersebut tampak dari bentuk seperti “S” yang tak terputus. Jalinan tak terputus tersebut berkaitan dengan upaya memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, dan jalinan kekeluargaan.
Sedangkan Garis diagonal pada batik tersebut menjadi lambang penghormatan dan cita-cita, serta kesetiaan terhadap nilai yang sebenarnya. Pola parang memiliki dinamika yang disebut sebagai lambang ketangkasan, kewaspadaan, dan kontituinitas antarpekerja.
Semua jenis batik parang ini juga mempunyai makna sendiri, di mana sesuai perkembangan zaman, batik parang memiliki beragam jenis, yaitu parang barong, parang kusumo, parang rusak, parang curigo, parang pamor, parang tuding, parang centung, parang klitik, dan masih banyak lagi.
Meski memiliki makna berbeda-beda, masing-masing juga berbeda penggunaannya dan menunjukkan status orang yang memakainya. Itulah makna filosofis dan sejarah batik parang yang menarik untuk diketahui sebagai warisan budaya yang kini telah mendunia.
Editor : Arbi Anugrah