TEMANGGUNG, iNewsPurwokerto.id-Siapa tidak kenal Kopi Mukidi Temanggung? Bagi coffee lover, Kopi Mukidi sama sekali tidak asing. Kopi Mukidi makin menjadi ikon Temanggung selain panorama alam indah serta udara sejuk.
Kopi Mukidi tidak hanya menjadi tempat belajar bagi warga dalam negeri seperti Temanggung dan sekitarnya, Bandung, Yogyakarta, Jakarta, Semarang serta lainnya, tetapi juga dari negara manca. Di antaranya adalah dari Cekoslovakia, India, Jepang, Thailand dan Australia.
Mereka “ngangsu kawruh” di Rumah Kopi Mukidi di Dusun Jambon, Desa Gandurejo, Kecamatan Bulu, Temanggung.
Pun demikian dengan dosen dan periset Universitas Jenderal Soedirman (Unsoped) Purwokerto Dr Adhi Iman Sulaiman, S.IP., M.Si. Ia melakukan kajian dan pemberdayaan masyarakat dari kesuksesan Kopi Mukidi, sebuah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang kini jadi percontohan.
Bersama 20 mahasiswa, terdiri 10 mahasiwa Progran Studi Magister Ilmu Komunikasi (MIK) Unsoed angkatan 2022, 10 Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi angkatan 2017 dan 2022 dan alumni, selama dua hari, Sabtu-Minggu (20-21/5/2023). Mereka mengadakan field trip atau kunjungan lapangan ke Kopi Mukidi.
Pemilik Kopi Mukidi yakni Mukidi menceritakan bagaimana perjuangannya dari awal. Mulai dari sejarah tanaman kopi di Temanggung, cara menanam kopi sampai petik hingga menyajikannya dalam secangkir kopi dengan berbagai teknik. Bahkan, sampai hitung-hitungan bisnis atau jualan minuman kopi sampai bagaimana cara memberdayakan petani untuk meningkatkan kesejahteraannya dari bertanam kopi.
Dia mengungkapkan, kejayaan tembakau Temanggung sempat terpukul saat awal reformasi, atau pertengahan 1998. Saat itu, para petani mengalami sejumlah masalah, harga tembakau yang dipermainkan oleh sejumlah orang, pertanian yang tidak ramah lingkungan serta kesejahteraan petani yang semakin menurun.
Di titik itulah, Mukidi bersama dengan istrinya mulai memproduksi kopi olahan yang diberi nama Kopi Jawa. Dengan menggunakan biji kopi arabika dari Temanggung sebagai bahan baku, usaha ini berkembang dan menghasilkan beberapa merek kopi.
Pada tahun 2013, nama merek Kopi Mukidi dibangun dengan menggabungkan berbagai jenis kopi, mulai dari arabika hingga robusta.
Dengan membuka tiga gerai penjualan dan menempatkan kopi di beberapa tempat oleh-oleh khas Temanggung, Kopi Mukidi semakin dikenal oleh banyak orang dengan omzet mencapai Rp50 juta setiap bulannya. Namun, pada akhirnya, usahanya terpukul oleh pandemi Covid-19, sehingga omzetnya mengalami penurunan yang drastis. Namun demikian, Mukidi berhasil bertahan, dan saat ini omzetnya mencapai sekitar Rp11 juta per bulan. Bahkan belakangan ini omzetnya cenderung meningkat lagi.
"Untuk bertahan selama serangan pandemi, kami menjual melalui online melalui situs web kami, media sosial, dan juga melalui reseller kami yang menjual produk kami di pasar online. Kami juga menyediakan kopi siap minum di rumah," kata Mukidi.
Dengan suasana rumah ala desa, pembeli dapat menikmati secangkir kopi dengan berbagai gorengan seperti pisang goreng krispi, stik tahu, kentang goreng, dan roti gulung.
Kopi-kopi yang dijual termasuk jenis tubruk, V60, Vietnam dripo, French Press, Mokapot, Espresso, Aero Press, Latte Coffee, White Coffee, Brown Coffee, Kopi Susu, Chocolate Coffee, Coklat, dan Fresh Milk. Harganya berkisar antara Rp5.000 hingga Rp17.000 per cangkir.
Sambil menikmati hembusan angin pegunungan dan cita rasa kopi khas buatan Mukidi, sejenak dapat menjadi healing dan melepas penat dari kesibukan sehari-hari.
Di rumah kopi Mukidi ini, pengunjung juga dapat membeli kopi Mukidi dalam kemasan bubuk sebagai oleh-oleh dengan lima pilihan. Ada kopi Lanang, Arabika, Robusta, Arabusta, dan Spesial Blend. Harganya mulai dari Rp25 ribu hingga Rp35 ribu per 100 gram. Juga tersedia berbagai ukuran di atas 100 gram dengan harga yang bervariasi.
Di setiap kemasan tersebut, Mukidi selalu menyisipkan kalimat sebagai filosofi usahanya: "Secangkir kopi ada cerita, banyak saudara dan penuh cinta."
Mukidi mempromosikan bahwa produk kopinya memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk kopi lainnya. Produk ini dihasilkan dari kopi yang ditanam dengan memperhatikan prinsip keberlanjutan lingkungan. Selain itu, kopi Mukidi memiliki kepekatan, rasa yang enak dan harum, serta tersedia dalam berbagai variasi dan kemasan.
"Dan untuk menjaga kualitas, kami menghasilkan kopi Mukidi secara murni tanpa campuran," ujar Mukidi.
Mukidi mengakui bahwa mengajak petani di daerahnya untuk beralih menanam kopi pada awalnya bukanlah hal yang mudah. "Petani tidak membutuhkan penjelasan yang rumit. Tetapi mereka butuh contoh nyata dan hasil yang jelas," ujar Mukidi.
Lambat namun pasti, dipelopori oleh Mukidi dan beberapa warga desa lainnya di sekitar Kecamatan Bulu, warga Desa Gandurejo kini mulai banyak mengikuti jejak Mukidi dengan menanam kopi.
Mukidi dikenal sebagai pencetus kemandirian petani. Perjalanan kemandirian Mukidi dalam memulai bisnis kopi dimulai pada tahun 2001 dengan membudidayakan kopi di lahan seluas 1 hektar di daerah Wonotirto, Kecamatan Bulu. Awalnya, kopi yang ditanam adalah jenis Arabika.
Tanaman kopi Arabika ini ditumpangsarikan dengan tanaman tembakau, sehingga menghasilkan cita rasa yang lebih berat dan aroma rempah.
Langkah Mukidi tidak berhenti di situ. Saat ini, ia mulai mengembangkan sekolah kopi dengan menawarkan berbagai paket kelas yang dikombinasikan dengan paket wisata.
Sementara itu, Adhi Iman, yang juga dosen dari Magister Ilmu Komunikasi (MIK) Unsoed, melakukan penelitian dan melibatkan mahasiswanya untuk belajar langsung dari pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) khususnya di bidang kopi. Selain di Kopi Mukidi, mereka juga pernah melakukan penelitian di UKM Kopi Potorono di Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang.
Di Kopi Mukidi, para mahasiswa yang melakukan kunjungan sebagai bagian dari tugas mata kuliah Desain Komunikasi Pembangunan dapat belajar langsung dari para pelaku UKM yang berhasil bertahan dan mengembangkan usahanya di tengah pandemi Covid-19.
"Para mahasiswa ini belajar langsung dari para pelaku UKM untuk berinteraksi, merekonstruksi, dan menganalisis kesuksesan pelaku UKM Kopi ini," kata Adhi Iman Sulaiman.
Adhi Iman menjelaskan bahwa para mahasiswa harus memahami pentingnya kewirausahaan yang unik dan menarik dalam UKM Kopi serta produk kearifan lokal dalam memajukan pembangunan di pedesaan.
Melalui kewirausahaan, diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja khususnya bagi generasi muda, mengembangkan potensi sumber daya sosial-ekonomi lokal, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara keseluruhan.
Melalui kegiatan ini, lanjut Adhi Iman, mahasiswa dapat mengidentifikasi, menganalisis, dan merumuskan strategi atau model pemberdayaan kelembagaan UKM Kopi berbasis kearifan lokal.
Setelah melakukan kunjungan lapangan, mahasiswa MIK Unsoed tahun 2022 akan menyusun laporan, menganalisis, dan melakukan presentasi mengenai UKM Kopi yang mereka kunjungi. Diharapkan, laporan ini dapat menjadi referensi untuk pengembangan usaha kopi yang dikunjungi serta pengembangan UKM sejenis di tempat lain.
Salah satu mahasiswa yang ikut dalam kunjungan lapangan, Ustad Mukorobin, mengungkapkan kegembiraannya dapat belajar langsung dari pelaku UKM Kopi Mukidi tentang produksi kopi, pemasaran, perancangan merek dagang, dan hal lainnya.
"Ini merupakan pengalaman baru bagi saya, karena saya banyak mendapatkan pengetahuan baru dari para pelaku UKM Kopi. Pengalaman dan pemberdayaan seperti ini dapat diadopsi di tempat lain,”tambahnya.
Editor : EldeJoyosemito