PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id - Bolehkah suami menggauli atau hubungan badan dengan istri saat mengeluarkan darah istihadhah?
Syaikh Husein al-‘Awaisyah dalam al-Mausû’atul Fiqhiyah 1/289-290 mengungkapkan bahwa sebagian besar Ulama memperbolehkan hubungan suami-istri saat istri sedang mengalami istihadhah.
Mereka berpandangan bahwa wanita dalam keadaan istihadhah seharusnya diperlakukan sama seperti wanita suci (tidak sedang haidh atau nifas) dalam kewajiban menjalankan shalat, puasa, dan aspek lainnya.
Dengan demikian, hubungan suami-istri juga diizinkan. Mereka berpendapat bahwa untuk melarang hal tersebut, harus ada dalil yang jelas, sementara tidak ada dalil yang melarang suami berhubungan dengan istri yang sedang mengalami istihadhah.
Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu menyatakan bahwa wanita yang sedang mengalami pendarahan istihâdhah dapat bersenggama dengan suaminya setelah melakukan shalat. Bagi beliau, kewajiban shalat memiliki prioritas lebih tinggi.
Ikrimah rahimahullah juga mencatat bahwa Ummu Habibah pernah mengalami istihâdhah dan suaminya menjalin hubungan intim dengan beliau. [HR Abu Daud dan disahkan dalam Shahih Sunan Abi Daud no. 302]
Dari Hamnah bintu Jahsy Radhiyallahu anha, terdapat informasi bahwa beliau juga pernah mengalami istihadhah dan suaminya menjalin hubungan intim dengan beliau. [HR Abu Daud. Lihat Shahih Abu Daud, 303 dan Tamâmul Minnah, hlm 137]
Di sisi lain, Syaikh Abdul’Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah, saat menjawab pertanyaan sejenis, menyatakan bahwa al-Mustahadhah, yaitu wanita yang mengalami istihadhah (pendarahan istihadhah), memiliki hukum yang sama dengan wanita suci biasa.
Dia wajib menjalankan shalat, puasa, dan diizinkan berhubungan suami-istri. [Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawi’ah, Syaikh bin Bâz 10/213]
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta