Adi menyesal bahwa perkara seperti ini harus sampai ke persidangan. Seharusnya kasus yang menimpa keluarga tak mampu ini bisa diselesaikan di tingkat desa dan kepolisian.
"Kita juga kaget perkara seperti ini kok bisa masuk dan berlanjut ke persidangan, seharusnya bisa diupayakan perdamaian di tingkat desa dan Polsek," kata Adi.
"Kita kan juga melihat Pak Sumarso ini menjadi tulang punggung keluarga yang menghidupi 4 anggota keluarganya," lanjutnya.
Adi mengharapkan jika nantinya majelis hakim dapat memberikan keadilan yang adil bagi masyarakat. Selain itu, diharapkan bahwa pengadilan akan mengutamakan proses restorative justice (penyelesaian sengketa dengan dialog) sebagai langkah pertama.
"Kita berharap keadilan tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas dan keadilan itu tidak mahal, sebenarnya secara lisan kan sudah ada permohonan maaf kepada korban," Harapnya.
Bahkan ketika sidang berlangsung, Sumarso tidak didamping oleh keluarganya karena keterbatasan biaya akomodasi dan lain-lain. Sumarso hanya didampingi oleh tetangganya yang merasa empati dengan kasus yang menimpanya.
Sugiyatno, seorang tetangga kakek Sumarso, menjelaskan bahwa keluarganya kurang mampu sehingga tidak dapat melakukan banyak hal.
Ditambah saat ini, kondisi kakek Sumarso sudah tergantung pada obat-obatan. Dia harus minum obat setiap beberapa hari agar penyakit gulanya tidak bertambah parah.
"Ya saya ke sini kasian lah sama Pak Sumarso, saya tahu ada info sidang ya saya temani. Beliau itu harus minum obat rutin, saya yang biasa membelikannya setipa minggu itu," kata Sugiyatno.
Bahkan untuk sehari-hari, kakek Sumarso juga kerap mendapat bantuan makanan dari para tetangga di sekitarnya.
"Ya sering di kasih bantuan oleh warga, banyak warga yang iba dengan kondisi Pak Sumarso," tutupnya.
Editor : Arbi Anugrah