PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id-Sebanyak 170 siswa-siswi SD Santo Yosep Purwokerto mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah dengan materi penanaman semangat peduli lingkungan demi kelestarian bumi.
Pentingnya memilah sampah organik dan anorganik serta pengelolaan jelantah atau minyak goreng bekas disampaikan dengan media dongeng wayang satwa.
Dongeng berjudul “Gara-gara Sampah” dibawakan oleh Wilibrordus Megandika Wicaksono dari Komunitas Peduli Jelantah Purwokerto di SD Santo Yosep, Kamis (25/7/2024).
Menggunakan wayang kertas dengan sejumlah tokoh satwa seperti monyet, jerapah, kambing, dan gajah, Megandika mengisahkan bahaya sampah plastik dan minak jelantah yang dibuang sembarangan ke alam.
Adalah seekor monyet bernama Momo yang membeli pisang di pasar dengan menggunakan kantong plastik. Kantong plastik itu dibuang sembarangan oleh Momo sehingga tertiup angin ke sana kemari.
Perhentian pertama plastik itu adalah tersangkut pada ranting dedaunan pohon yang tinggi tempat jerapah biasa mencari makan. Karena kurang hati-hati, kepala jerapah tersangkut plastik itu hingga ia lari pontang-panting berselubungkan plastik.
Untungnya plastik bisa terlepas dari kepala jerapah. Selanjutnya plastik terbang ke padang rumput nan hijau sebagai tempat makanan kambing. Di sana, kambing yang suka berlari-lari tak sengaja menginjak plastik itu hingga terpeleset dan kakinya jadi pincang.
Plastik kembali tertiup angin dan kini masuk ke sungai nan jernih tempat gajah mandi dan minum. Karena asyik minum, gajah tidak sengaja menyedot sampah plastik itu hingga ia tersedak.
Beruntung plastik itu dapat keluar seiring bersin gajah yang menggelegar dan plastik itu kembali hanyut menuju lautan lepas. Disanalah plastik dikira ubur-ubur sebagai makanan oleh kura-kura. Bukannya kenyang, kura-kura malah terjebak dalam gumpalan plastik.
Untungnya, kura-kura bisa menepi ke daratan dekat hutan lalu ditolong oleh gajah, monyet, kambing, dan jerapah. Rupanya diketahui bahwa plastik adalah milik Momo karena ada tulisan “Pisang Momo”. Di situ, Momo meminta maaf dan berjanji tidak akan membuang sampah sembarangan lagi.
Kisah belum usai, rupanya di kemudian hari, Momo bosan dengan pisang segar dan membuat pisang goreng. Setelah menggoreng, minyak goreng bekas atau jelantahnya dibuang begitu saja ke alam.
Minyak jelantah yang hitam pekat itu lalu mencemari sungai dan lautan. Si gajah yang suka minum di sungai terkejut karena air sungai berubah jadi pahit dan berminyak. Demikian juga kura-kura, badannya lengket dan kesulitan bernafas.
Anak-anak tampak antusias mendengarkan kisah “Gara-gara Sampah” yang dibawakan sekitar 30 menit. “Lewat dongeng ini, saya ingin menggambarkan betapa bahayanya sampah dan jelantah yang dibuang sembarangan,” kata Megandika.
Bersama dengan Komunitas Peduli Jelantah yang diketuai Sidiq Fathoni, para sivitas akademika SD Santo Yosep akan diajak mengumpulkan jelantah per bulan. Jelantah itu nantinya akan dibeli oleh komunitas dan uangnya akan digunakan sebagai aksi sosial dan gerakan mendukung program peduli lingkungan.
“Jelantah yang sudah dikumpulkan akan dibawa ke perusahaan untuk disaring dan diolah jadi biodiesel. Pemanfaatan biodesel sebagai energi terbarukan bisa mengurangi emisi karbon. Jadi jelantah itu tidak dijual untuk konsumsi,” kata Fathoni.
Kepala SD Santo Yosep Purwokerto Robertus Widiarta menyampaikan, pihaknya berharap para peserta didik bisa kian memahami pentingnya memilah sampah serta tidak membuang jelantah sembarangan karena dapat mencemari lingkungan dan merusak ekosistem.
Editor : EldeJoyosemito