JAKARTA, iNews.id - Inilah tradisi dari Kota Tegal, yakni tradisi Moci. Sebuah kebiasaan yang telah menjadi tradisi meminum teh melati yang disuguhkan dari teko atau poci.
Tradisi moci ini berasal dari Kota Tegal, Jawa Tengah. Cara penyajian teh melati menggunakan sebuah poci (teko) yang terbuat dari tanah liat ke dalam cangkir dari tanah liat pula.
Aroma teh melati akan terhirup ketika secangkir teh tertuang ke gelas. Warna teh lebih gelap dan airnya lebih kental. Ada juga biang gula batu ke dalam dalam cangkir yang membuat teh terasa lebih manis.
Sebenarnya teh poci ini sudah ada sejak dulu abad ke-17 Masehi dan berasal dari Negeri Tiongkok. Awalnya masyarakat mengonsumsi teh yang didatangkan langsung dari Tiongkok karena di Indonesia belum ada tanaman tersebut.
Perkembangan komoditas teh terjadi pada tahun 1830-an melalui proyek cultuurstelsel. Saat itu industri teh melejit pesat di Kota Slawi yang saat ini menjadi kota produsen teh terkemuka di Indonesia.
Bahkan Tugu Teh Poci terletak di Kota Slawi. Kota Tegal yang berada di Provinsi Jawa Tengah selain terkenal dengan telur asin dan warung makanan rumahan, juga dikenal sebagai negara poci. Julukan itu karena masyarakat Tegal senang melakukan tradisi moci atau minum teh poci bersama.
Bahkan tradisi moci di Tegal lebih populer daripada di Slawi yang merupakan kota yang hebat akan industri tehnya. Bagi masyarakat Tegal, teh telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka.
Sampai ada istilah 'Jangan mengaku orang Tegal asli bila tidak suka minum teh'. Selain masyarakat Tegal, tradisi moci ini juga dekat dilakukan masyarakat kota lain yang letak geografisnya dekat dengan Tegal, seperti Slawi, Brebes, Pemalang dan sekitarnya.
Teh poci yang disuguhkan saat moci memiliki istilah Wagistel yang merupakan singkatan dari wangi, panas, sepet, legi (manis) dan kentel (Kental).
Istilah itu disematkan karena teh poci biasa disuguhkan dengan panas, wangi bunga melati, manis dan berwarna hitam pekat.
Bahan dasar teh poci tentu saja dari daun teh hijau atau teh melati yang dapat menciptakan aroma yang khas. Masyarakat Tegal biasanya menyajikan teh poci pada pagi, sore atau malam hari dengan makanan ringan pendamping.
Uniknya dari tradisi moci ini ada pada poci atau teko yang digunakan untuk mewadahi tehnya. Poci itu tidak pernah dicuci tetapi hanya dibuang sisa teh yang sebelumnya saja. Hal itu dilakukan karena mereka percaya kerak sisa teh sebelumnya akan menambah cita rasa dan aroma teh poci menjadi lebih nikmat.
Nilai filosofi dari tradisi moci ini ada pada teknik penyuguhannya. Teh poci hitam yang pahit akan dituangkan ke gelas yang berisi gula batu. Akan tetapi pantangannya adalah gula batu itu dilarang diaduk agar dapat melarut dengan sendirinya.
Arti dari cara penyajian itu adalah kehidupan memang akan terasa pahit dan gelap di permulaan. Namun ketika kita mampu untuk bersabar, kehidupan itu akan berubah dari terasa pahit menjadi manis dengan sendirinya. Tradisi minum teh poci berbeda dengan tradisi minum teh lainnya seperti medang.
Letak perbedaanya ada pada penyuguhan dengan poci agar bisa langsung nambah tehnya. Jika medang disuguhkan tanpa poci melainkan langsung di gelas atau cangkir. Nilai sosial yang bisa diambil dari tradisi moci ini adalh solidaritas dan kesetaraan atau egaliter.
Masyarakat yang melakukan tradisi moci ini biasa melakukannya di dapur yang merupakan ruangan lebih intim daripada ruang tamu. Kemudian sudah tidak menggunakan kursi tetapi secara lesehan yang beralaskan tikar sehingga sudah setara dan tidak memiliki jarak diantara orang yang meminum teh poci.
Tentunya obrolannya juga menggunakan bahasa yang lebih akrab dan dekat. Itulah Tradisi moci di Negara Poci yang populer di Kota Tegal. Apakah kalian pernah melakukan tradisi Moci ini bersama dengan keluarga, kerabat atau teman dekat kalian di rumah?
Editor : EldeJoyosemito