Menurutnya, UU No. 11 Tahun 2021 yang merevisi UU Kejaksaan bertujuan untuk memperkuat kelembagaan kejaksaan. Namun, beberapa pasalnya justru menimbulkan polemik, terutama terkait kewenangan jaksa yang semakin luas, termasuk dalam penyelidikan dan penuntutan.
Salah satu aspek kontroversial adalah pemberian senjata api bagi jaksa untuk perlindungan diri. Kebijakan ini dinilai berpotensi meningkatkan risiko penyalahgunaan kekuasaan, terutama jika tidak diiringi dengan pengawasan yang ketat.
Selain itu, perluasan kewenangan jaksa dalam penyelidikan perkara dikhawatirkan akan mengikis prinsip checks and balances, yang seharusnya menjadi fondasi utama dalam sistem hukum yang adil.
Perubahan ini juga dianggap bisa menjadi sebuah kemunduran bagi penegakan hukum jika tidak diimbangi dengan sistem pengawasan yang benar-benar independen dan partisipatif dari masyarakat.
Para pemateri sepakat bahwa revisi ini perlu dikaji ulang, terutama dalam membatasi kewenangan jaksa agar tidak berpotensi disalahgunakan.
Dari diskusi ini, disimpulkan bahwa revisi UU Kejaksaan tidak boleh hanya berfokus pada memperkuat kewenangan kejaksaan, tetapi juga harus memastikan adanya mekanisme pengawasan yang lebih efektif dan transparan.
Tanpa revisi lebih lanjut yang memperjelas batasan kewenangan dan mekanisme pengawasan, dikhawatirkan kejaksaan akan menjadi lembaga yang terlalu kuat tanpa kontrol yang memadai, yang justru bisa mengancam independensi hukum.
Sebagai langkah ke depan, diperlukan kajian mendalam dan partisipasi publik dalam perbaikan regulasi ini. Jika tidak, revisi yang seharusnya menjadi solusi justru bisa melemahkan sistem hukum dan membuka celah penyalahgunaan kekuasaan.
Editor : EldeJoyosemito