get app
inews
Aa Text
Read Next : 11 Inspirasi Puisi Menyambut Bulan Ramadhan, Penuh Makna dan Menyentuh Hati

Mengapa Muslim Aboge Tentukan Ramadan pada Minggu 2 Maret? Berikut Penjelasannya

Sabtu, 01 Maret 2025 | 16:06 WIB
header img
Wakil Dekan I Fakultas Dakwah UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, Dr. Ahmad Muttaqin. (Foto: UIN Saizu)

PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id-Sebagian besar umat Islam di Indonesia memulai ibadah puasa Ramadhan 1446 Hijriah secara bersamaan.

Wakil Dekan I Fakultas Dakwah UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, Dr. Ahmad Muttaqin, menyatakan bahwa metode rukyatul hilal kemungkinan akan menghasilkan kesimpulan yang selaras dengan metode hisab (wujudul hilal).

Namun, terdapat komunitas Muslim di Jawa, seperti kelompok Aboge, yang menentukan awal Ramadhan berdasarkan sistem kalender tradisional mereka sendiri.

Komunitas ini memakai perhitungan turun-temurun yang berbeda dari metode mainstream. Tahun ini, mereka menetapkan awal Ramadhan pada Ahad Pon, yang bertepatan dengan 2 Maret 2025.

Menurut Dr. Ahmad Muttaqin, kalender Aboge mengikuti siklus delapan tahunan yang berulang secara tetap. Rumus penentuan awal bulan telah diwariskan dan berlaku hingga 120 tahun.

Dengan pola ini, mereka mampu menentukan hari-hari penting seperti awal Ramadhan jauh ke depan dengan akurasi tinggi.

Pada tahun 1446 H atau 2025 M, kalender Jawa berada pada tahun Za/Je dengan rumus Zasahing yang menetapkan 1 Muharram jatuh pada Selasa Pahing.

Adapun awal Ramadhan dihitung dengan rumus Sanemro (hari keenam, pasaran kedua), yang menghasilkan tanggal 2 Maret 2025 sebagai awal puasa. Sementara itu, Idul Fitri dihitung menggunakan rumus Waljiro, yang menjatuhkan Lebaran pada Selasa Pon, 1 April 2025.

Keberadaan kalender Aboge mencerminkan proses akulturasi antara Islam dan budaya lokal. Islam masuk ke Jawa melalui pendekatan yang menghargai tradisi setempat, bukan dengan cara konfrontatif.

Sebelum Islam hadir, masyarakat Jawa menggunakan kalender Saka yang berakar pada budaya Hindu-Buddha. Proses integrasi ini mencapai puncaknya saat Sultan Agung menggabungkan kalender Jawa dengan sistem Hijriah, menciptakan harmoni antara budaya dan ajaran agama.

Tradisi keagamaan seperti Sekaten, Grebeg Sura, dan Grebeg Maulud menjadi bukti nyata bahwa perpaduan ini tidak hanya memperkaya tradisi Islam, tetapi juga memperkokoh identitas budaya Jawa.

Fenomena ini menunjukkan bahwa agama dan budaya dapat saling melengkapi, bukan saling meniadakan. Islam sebagai ajaran universal tetap terjaga esensinya, sementara ekspresi budaya memberikan ruang bagi umat untuk menghayati nilai-nilai agama dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Melalui interaksi berkesinambungan, Islam di Nusantara terus berkembang secara harmonis dengan budaya lokal, membentuk karakter keislaman yang unik dan mengakar kuat dalam masyarakat.
 

Editor : EldeJoyosemito

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut