get app
inews
Aa Read Next : Ratusan Prajurit Kopassus Jalani Pembaretan di Nusakambangan, Momen Haru Tanpa Kehadiran Keluarga

Jenderal Kopassus Selamat Setelah Digempur Bazoka di Kawasan Pondok Gede

Sabtu, 19 Maret 2022 | 13:49 WIB
header img
KOPASSUS mempunyai peran penting pada tahun 1965 untuk menstabilkan keadaan pasca pemberontakan dan pengkhiantan G30S PKI. (Foto: IST)

KOPASSUS mempunyai peran penting pada tahun 1965 untuk menstabilkan keadaan pasca pemberontakan dan pengkhiantan G30S PKI.

Kisah tentang korps baret merah ini tertuang dalam buku "Sarwo Edhie dan Misteri 1965". Dikisahkan dalam buku itu beriringan tiga buah mobil meninggalkan Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma menuju Istana Bogor pada Jumat, 23.30. Mobil pertama membawa Panglima Kepolisian Jenderal Soetjipto Joedodihardjo.

Di belakangnya menyusul mobil biru bernomor B-3739, dinaiki Presiden Soekarno, Wakil Perdana Menteri Dr Leimena, dan Kolonel Bambang Widjanarko. Kendaraan paling akhir membawa Komandan Resimen Cakrabirawa Brigadir. Jenderal Mochamad Sabur dan wakilnya, Kolonel Maulwi Saelan.

Waktu itu, tepat setengah jam sebelum ultimatum Soeharto. Bambang menyampaikan agar Soekarno meninggalkan Halim. Pada siangnya, Bambang datang menemui Soeharto di Markas Kostrad. Sejatinya, kedatangan Bambang itu untuk mencari Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodro, Asisten III Panglima Angkatan Darat.

Dikutip dari buku Sarwo Edhie dan Misteri 1965, saat rapat di Halim, yang dihadiri beberapa petinggi negara, Soeharto menolak keputusan yang menyatakan bahwa Pranoto diangkat sebagai pejabat Panglima Angkatan Darat.

Pada saat bersamaan, Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo menunggu perintah di Markas Kostrad dengan perasaan gelisah. Sebab, Soeharto belum memutuskan waktu penyerangan. Akhirnya, Sarwo memaksa masuk ruang Panglima. Di dalam sudah ada Menteri Koordinator Pertahanan Jenderal Abdul Haris Nasution.

Soeharto tampak mondar-mandir. Sarwo bertanya untuk memastikan apakah mereka jadi berangkat ke Halim atau tidak, sebab jika iya, mereka harus berangkat sebelum fajar.

“Ini bagaimana, Pak? Kita jadi ke Halim apa Tidak? Kalau jadi, kita harus bergerak sebelum fajar.”

"Mau bikin semacam Mapanget kedua, ya?" ujar Nasution kala itu.

Dia merujuk pada operasi penghancuran Permesta. Pada 1957, Sarwo membebaskan lapangan udara Mapanget di Manado, dengan pendadakan total. "Siap. Begitulah kira kira. Jenderal," jawab Sarwo. Soeharto berhenti mondar mandir: "Ya, laksanakan!"

Editor : Vitrianda Hilba Siregar

Follow Berita iNews Purwokerto di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut