Krisis Gaza saat Idulfitri, Kelaparan Warga Palestina Meluas, Israel Blokade Bantuan

GAZA, iNewsPurwokerto.id - Situasi kemanusiaan di Gaza semakin genting akibat blokade total yang diberlakukan Israel selama hampir satu bulan. Juru bicara Kantor Media Pemerintah Gaza, Ismail Al-Thawabta, mengungkapkan bahwa kelaparan kini semakin parah di wilayah tersebut.
Otoritas Palestina telah menetapkan Idulfitri jatuh pada Minggu (30/3/2025), bersamaan dengan Arab Saudi dan negara-negara Teluk. Namun, suasana di Gaza jauh dari perayaan.
Al-Thawabta menyoroti bahwa sekitar 20.000 truk bantuan yang seharusnya masuk ke Gaza telah ditahan oleh Israel. Bahkan, 2.000 truk bahan bakar dan minyak goreng juga tidak diizinkan masuk.
"Kekurangan pasokan ini menyebabkan banyak toko roti tutup di seluruh Gaza," ujarnya. Selain itu, serangan Israel terhadap dapur umum semakin memperburuk kondisi warga.
Pihak berwenang Gaza menyalahkan Amerika Serikat dan militer Israel atas kelaparan yang melanda warga Palestina. "Kami meminta komunitas internasional untuk menekan Israel agar membuka perbatasan, menarik pasukannya, dan mengizinkan bantuan masuk sebelum semuanya terlambat," tegas Al-Thawabta.
Sementara itu, Elina Saher al-Yazji, warga Gaza, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa situasi semakin tidak tertahankan. "Setiap hari, krisis kemanusiaan semakin memburuk. Kami kekurangan makanan, air, dan obat-obatan," ungkapnya.
Penutupan perbatasan darat dengan Mesir sejak hampir sebulan lalu juga menghalangi masuknya bantuan vital bagi dua juta warga Palestina yang terjebak di Gaza.
Di tengah kelaparan dan penderitaan, militer Israel mengumumkan operasi darat baru di kota Rafah, tepatnya di lingkungan al-Jnaina, yang berbatasan langsung dengan Israel.
Israel juga terus memperluas zona penyangga di sepanjang Jalur Gaza. Zona ini pertama kali dibuat di awal perang dan kini semakin diperbesar hingga sekitar 1 km (0,6 mil) atau lebih. Dalam prosesnya, militer Israel meluncurkan serangan darat dan udara yang menghancurkan rumah-rumah warga dan infrastruktur sipil.
Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk menghilangkan ancaman dari pejuang bersenjata Palestina dan menciptakan realitas baru di wilayah tersebut. Namun, akibatnya, semakin banyak rumah dan jalan yang hancur, memperparah penderitaan rakyat Gaza.
Serangan Israel ke Rafah yang dimulai sepekan lalu juga berujung pada hilangnya sembilan petugas medis Palestina. Hingga kini, nasib mereka masih belum diketahui karena gempuran Israel yang terus berlangsung.
Selain itu, perluasan zona penyangga ini memicu kekhawatiran bahwa Israel berniat mengklaim kedaulatan atas wilayah tersebut. Jika tidak ada langkah diplomatik yang berarti, tanah di Gaza bisa saja dianeksasi oleh Israel, memperpanjang penderitaan rakyat Palestina tanpa solusi yang jelas.
Editor : Arbi Anugrah