Mengais Rezeki dari Sampah, Kisah Pejuang Lingkungan di TPST Sumpiuh

BANYUMAS, iNewsPurwokerto.id - “Wuussh”, suara angin terdengar lirih yang datang bergantian dari semua arah mata angin, membawa debu hingga aroma yang tak sedap dari tempat penampungan sampah. Sebagian banyak orang mungkin tidak pernah membayangkan jika ada pekerjaan yang sepanjang hari menghirup aroma khas tumpukan sampah. Begitulah kiranya yang dijalankan oleh Pengelola Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas.
Pagi hingga petang, sampah berdatangan dari armada pengangkut. Ada makanan sisa, kaleng, pecahan botol kaca bahkan pakaian bekas bercampur menjadi satu. Tak jarang, mereka juga mendapati popok bayi dan benda kotor lainnya.
Namun, mereka tak patah arang walaupun harus berhadapan dengan barang buangan nan bau. Setiap kali sampah datang, mereka langsung memilahnya dengan kedua tangan dan dibantu mesin conveyor.
Minah, wanita paruh baya yang menjadi salah satu anggota Kelompok Swadaya Masyaralat (KSM) Sumber Rejeki yang merupakan kelompok pengelola TPST Sumpiuh. Setiap pukul 07.00 pagi, ia sudah sampai di hanggar dengan pemandangan tumpukan sampah yang berbentuk seperti gunung. Ia berganti baju, memakai celemek, sepatu boots, sarung tangan dan masker lalu siap untuk mulai bekerja memilah sampah-sampah yang ada di hadapannya.
“Kalau saya siap bekerja dari jam 07.00 pagi terus langsung pegang sampah buat dipilihin. Mayoritas yang pekerja perempuan tugasnya di mesin conveyor. Tapi kalau yang laki-laki, tugasnya ada yang ngambil sampah dari rumah ke rumah, ada yang pegang mesin pirolisis, ada yang megang bubur sampah dan mengurus maggot” tutur Minah.
Selama ini, TPST Sumpiuh menjadi tempat pengolahan sampah bagi 1.279 rumah tangga yang tersebar di 3 kecamatan di Kabupaten Banyumas.
“Dari ribuan rumah tangga tersebut setiap harinya rata-rata terkumpul sekitar 30 kubik atau 7,1 ton sampah. Dari kegiatan itu, TPST Sumpiuh berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 34 orang, 7 diantaranya adalah perempuan yang sebelumnya merupakan ibu rumah tangga dan termasuk kategori kekurangan secara ekonomi,” ujarnya.
Seiring bertambahnya waktu, TPST Sumpiuh semakin berbenah menjadi lebih baik. Pasalnya, bubur sampah organik yang semula hanya ditumpuk di halaman samping TPST kini telah diurai dengan maggot (pengurah limbah organik).
Kemudian berkat dukungan prasarana dari program Tanggung Jawab Sosil dan Lingkungan (TJSL) Fuel Terminal Maos Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Tengah, maggot yang dihasilkan diolah menjadi pelet maggot berprotein tinggi. Hasilnya, pelet tersebut dijadikan sebagai makanan untuk peternakan ikan lele, ayam, dan bebek.
“Sekarang kita sudah bisa mengolah seluruh sampah ini menjadi bermacam-macam jenis dan bisa lebih bermanfaat. Dulu kan masih jadi bubur sampah yang menumpuk. Sekarang udah jadi maggot dan pelet maggot. TPST juga sudah bisa mengelola perikanan lele, bebek, dan ayam,” imbuh Minah.
Editor : Arbi Anugrah