Akhir Langkah dari Sepatu Bata, Tutup Produksi Akibat Rugi

JAKARTA, iNewsPurwokerto.id – Ada aroma nostalgia menyeruak dari setiap pasang sepatu Bata. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, merek ini bukan sekadar alas kaki, karena telah menjadi bagian dari perjalanan hidup, menemani langkah demi langkah sejak masa sekolah hingga dunia kerja.
Namun kini, perusahaan legendaris itu resmi menghentikan produksi sepatunya, menandai berakhirnya satu bab penting dalam sejarah industri alas kaki nasional.
Keputusan pahit ini diambil setelah PT Sepatu Bata Tbk mencatat kerugian sebesar Rp40,62 miliar pada semester pertama 2025. Angka yang, meski lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya, tetap menegaskan bahwa perusahaan sedang berjuang keras di tengah penurunan penjualan hingga hampir 39 persen.
Bata telah menjejak sejarah jauh sebelum Indonesia merdeka. Berdiri pada tahun 1931, perusahaan asal Cekoslowakia ini bekerja sama dengan NV Netherlandsch-Indisch, importir sepatu yang kala itu berbasis di Tanjung Priok.
Enam tahun kemudian, Tomas Bata, sang pendiri, membangun pabrik di kawasan Kalibata—sebuah nama yang kini abadi menjadi bagian dari identitas Jakarta Selatan.
Tahun 1940 menjadi tonggak dimulainya produksi sepatu Bata di tanah air. Perusahaan terus tumbuh dan pada 24 Maret 1982 resmi melantai di Bursa Efek Jakarta (kini BEI).
Pabrik modern di Purwakarta menyusul dibangun pada 1994, menjadikan Bata salah satu produsen sepatu terbesar di Indonesia dengan 435 gerai ritel yang tersebar dari kota besar hingga pelosok daerah.
Namun, seiring berjalannya waktu, popularitas Bata mulai tergerus. Pasar sepatu domestik yang kian kompetitif, hadirnya merek-merek baru, serta perubahan perilaku konsumen menjadi tantangan berat.
Puncaknya terjadi pada 30 April 2024, ketika pabrik Bata di Purwakarta resmi ditutup setelah perusahaan membukukan kerugian Rp80,65 miliar pada kuartal III 2023—melonjak drastis dari Rp20,43 miliar di tahun sebelumnya.
Meski upaya efisiensi dilakukan, tekanan finansial terus membayangi. Hingga akhirnya, melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 25 September 2025, Bata memutuskan untuk menghapus kegiatan industri alas kaki dari Anggaran Dasar Perseroan.
“Menyetujui perubahan Pasal 3 Anggaran Dasar Perseroan untuk menghapus kegiatan usaha industri alas kaki untuk kebutuhan sehari-hari,” demikian tertulis dalam risalah rapat yang dipublikasikan.
Keputusan tersebut sekaligus menandai perubahan arah bisnis Bata di Indonesia—sebuah transisi yang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga emosional bagi jutaan pelanggan setianya.
Berdasarkan laporan keuangan semester pertama 2025, kondisi Bata masih belum pulih. Penjualan bersih turun dari Rp260,29 miliar menjadi Rp159,43 miliar. Aset perusahaan ikut menyusut menjadi Rp377,98 miliar, sementara liabilitas mencapai Rp434,53 miliar. Dengan ekuitas yang hanya Rp56,54 miliar, posisi keuangan Bata semakin terjepit.
Lebih dari sekadar perusahaan, Bata adalah bagian dari memori kolektif bangsa. Dari sepatu sekolah hitam legendaris hingga model kasual yang menghiasi etalase toko di mal dan pasar, merek ini telah menemani perjalanan hidup banyak generasi.
Kini, ketika mesin-mesin di pabrik Purwakarta berhenti berputar, gema langkah Bata tinggal kenangan. Namun jejaknya tak akan mudah terhapus. Ia telah menjadi simbol ketekunan, kualitas, dan daya tahan—nilai-nilai yang melekat di setiap pasang sepatunya.
Barangkali Bata tak lagi memproduksi alas kaki, tapi kisahnya akan tetap hidup bagi mereka yang pernah memakainya untuk jalan kaki.
Editor : EldeJoyosemito