JAKARTA, iNews.id – Puasa merupakan ibadah wajib yang harus dijalankan setiap muslim yang telah balig dan berakal. Namun terdapat pengacualian bagi ibu hamil dan menyusui sesuai hukum puasa.
Dalam syariat Islam ternyata dua kategori itu memiliki ketentuan yang sama dengan orang sakit, sehingga dapat meninggalkan puasa Ramadan.
Aturan tersebut merujuk pada kondisi fisik ibu hamil dan menyusui yang tidak sekuat dan seprima wanita-wanita lain yang sedang tidak mengandung dan menyusui.
Adapun ulasan lengkap mengenai hukum menjalankan ibadah puasa Ramadan bagi ibu hamil dan menyusui adalah sebagai berikut.
Hukum puasa bagi ibu hamil dan menyusui
Agama Islam telah memberikan keringanan bagi ibu hamil dan menyusui untuk tidak menjalankan ibadah puasa Ramadan.
Namun ketentuan tersebut ternyata tidak berlaku bagi seluruh wanita muslimah yang tengah hamil dan menyusui.
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi ibu hamil dan menyusui untuk kemudian diperkenankan meninggalkan puasa Ramadan.
-Saat ibu hamil dan menyusui menduga akan terjadi bahaya pada dirinya dan kandungannya atau bayinya jika memaksakan diri untuk berpuasa.
-Saat ia sangat yakin akan terjadi bahaya yang berakibat pada hilangnya nyawa atau hilangnya fungsi tubuh jika memaksakan diri untuk berpuasa.
Namun untuk menduga dan meyakini kondisi fisiknya sudah tidak bisa lagi diajak untuk berpuasa, ibu hamil dan menyusui dianjurkan untuk mengkonsultasikannya terlebih dahulu pada ahlinya atau dalam hal ini adalah dokter kandungan.
As-Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh As-Sunnah menuturkan, “untuk mengetahui apakah puasa tersebut bisa membahayakan (bagi dirinya beserta anaknya, dirinya saja, atau anaknya saja) bisa melalui kebiasaan sebelum-sebelumnya, keterangan dokter yang terpercaya, atau dengan dugaan yang kuat.”
Sebaliknya jika menurut dugaan yang kuat dan anjuran dokter mengatakan bahwa kondisi fisik sang wanita hamil dan menyusui tersebut dalam keadaan prima, maka wajib baginya menunaikan ibadah puasa.
Meskipun diperbolehkan meninggalkan puasa, ibu hamil dan menyusui tetap harus mengganti puasa yang ditinggalkannya (qadha) dan atau membayar fidyah.
Syihabuddin Al-Qulyubi dalam kitab Hasyiyah Al-Qulyubi ala Al-Mahalli mengungkapkan, “perempuan hamil dan menyusui ketika tidak berpuasa karena khawatir pada diri mereka, atau khawatir pada diri mereka dan bayi mereka, maka wajib mengqadha’i (mengganti) puasanya saja, tanpa perlu membayar fidyah, seperti halnya bagi orang yang sakit.
Sedangkan ketika khawatir pada kandungan atau bayi mereka, maka wajib mengqadha’i (mengganti) puasa sekaligus membayar fidyah menurut qaul al-Adzhar.”
Fidyah yang wajib dibayarkan tersebut senilai 1 mud atau 7 ons bahan makanan pokok dan diberikan kepada fakir miskin selama jumlah hari ia meninggalkan puasa Ramadan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum puasa bagi ibu hamil dan menyusui boleh ditinggalkan dengan syarat dan ketentuan tertentu.
Editor : Arbi Anugrah