PURWOKERTO, iNews.id - Malam itu menjelang datangnya Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriyah, suasana di Alun-alun Purwokerto tampak ramai didatangi pengunjung. Segerombolan muda-mudi di setiap sudut tampak tengah asik dengan canda tawa mereka sambil menikmati malam.
Disudut lain, sebuah pemandangan yang juga tak luput dari mata adalah sosok penjual kopi asongan. Seduhan hangat kopi ini menjadi salah satu pelengkap dari dinginnya suasana malam kota Purwokerto.
Bermodalkan bermacam-macam kopi saset dan air panas yang dibawa dalam termos, mereka berkeliling sembari menawarkan kopi panas yang siap diseduh dalam gelas plastik. Mulai dari harga Rp 5000, para pengunjung dapat menikmati malam sembari menyeduh si hitam penawar kantuk.
Sambil membuatkan kopi, Kusmini (51), wanita paruh baya yang telah menjadi pedagang asongan kopi sejak 2011 ini menceritakan pengalaman hidupnya. Ia terpaksa menjadi tulang punggung keluarga dan berkerja keras demi anak semata wayangnya.
Di samping itu, ia juga menggantikan peran suaminya yang sampai saat ini masih terbaring lemas di atas tempat tidur akibat penyakit yang dideritanya.
"Kebetulan suami saya sudah ga bisa jalan udah 9 tahun, mas, karena saraf kejepit. Sebelumnya, kami jualan bareng. Suami tadinya jualan balon, mainan anak-anak itu," cerita Kusmini kepada iNews Purwokerto beberapa hari lalu.
Saat bulan Ramadan, Kusmini mulai berjualan sejak pukul 17.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB dini hari. Dengan diberikannya kelonggaran selepas masa PPKM ini, Kusmini dan para pedagang lain kiranya dapat bernafas lega.
Kusmini sendiri mengaku bahwa selama masa pandemi, roda ekonominya tak bergerak, bahkan ia merasa seolah lehernya tercekik oleh keadaan tersebut.
"Setelah Alun-alun buka jadi bangkit lagi. Selama pandemi itu sangat mencekik leher. Dari waktu itu saya ada tabungan sedikit buat anak saya SMP, akhirnya terpakai untuk kehidupan sehari-hari, sampai punya hutang," ungkapnya.
Editor : Arbi Anugrah