Seolah tak pernah puas mereguk ilmu, Hamka kemudian menjejakkan kakinya ke Malaysia bahkan ke Tanah Suci Makkah. Ia menunaikan ibadah haji di usia 19 tahun. Dua tahun setelahnya, ia menikahi Siti Raham binti NH Sutan. Keduaanya pun dikaruniai 10 orang anak. Di mana salah satunya ialah Profesor Aliya Hamka, yang melanjutkan peran ayahnya sebagai pengajar.
"Buya Hamka itu seorang otodidak. Dia tidak tahu perihal teori-teori kekinian. Baik teori pendidikan dan teori apapun. Dia hanya tahu berdasarkan pengalamannya yang dihubungkan dengan agama yang ia dapatkan. Dia mengarahkan ke kita (anak-anaknya) pada muara agama. Jadi, agama merupakan jalan terakhir," terang Aliya Hamka, putri Buya Hamka.
Bersama teman-temannya, Buya Hamka menerbitkan Majalah Pedoman Masyarakat. Di situlah ia mulai membuat tulisan bersambung. Selain tersohor sebagai sastrawan, Buya Hamka juga mahsyur sebagai jurnalis dan politikus. Hubungan baik terjalin antara Buya Hamka dengan para pemimpin bangsa. Kedalaman pemikiran Buya Hamka membuat Bung Karno mengaguminya. Sehingga muncul hubungan erat yang terjalin antara sang putra fajar dan Buya Hamka.
"Kemesraan ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 1955 saat pemilihan umum pertama, Soekarno mulai tidak menyukai Hamka. Waktu itu komunis menjadi partai nomor dua. Soekarno akhirnya pergi ke Eropa, Amerika, Soviet dan Tiongkok. Ia pulang ke Jakarta dan mengambil kesimpulan bahwa 'hanya orang komunis yang bisa melawan Amerika'.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait