Pangeran Diponegoro dan saudara-saudaranya tidak setuju atas pengangkatan itu, dan lebih baik untuk sementara waktu tampuk pemerintahan diserahkan salah satu dari kerabat kraton yang memahami betul tentang tata negara dan tata pemerintahan.
Sikap seperti ini membuat kecurigaan pihak Belanda, sehingga dengan berbagai cara Belanda membuat masalah-masalah
agar terjadi konflik langsung dengan Pangeran Diponegoro.
Salah satunya ialah tanah-tanah milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo ditandai pembatas dengan alasan untuk membuat jalan umum, tanpa seizin dari pemiliknya.
Pangeran Diponegoro yang merasa dicurigai dan akan ditangkap lalu minta bantuan ke Paku Buwono VI di Surakarta. Susuhunan Paku Buwono VI mendengar pengaduan dari Pangeran Diponegoro setuju kalau Belanda harus disingkirkan karena akan membuat kerugian bagi kerabat kraton.
Selanjutnya Susuhunan Paku Buwono VI juga memerintahkan kepada seluruh Bupati mancanegara di tanah Jawa supaya membantu. Setiap Tumenggung atau Bupati diberi seorang Pangeran untuk menjadi pemimpin prajurit (manggalayuda) dan disertai ulama atau pemuka agama dari kraton.
Pangeran Diponegoro diwisuda Sultan Abdul Hamid Herucakra Amirulminin Panotogomo Khalifatullah, siap untuk memimpin melawan Belanda dan mengusir dari Tanah Jawa.
Perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda ini juga didukung oleh Sentot Alibasyah dan Kyai Mojo.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait