DI Gedung DPR/MPR bukan hanya tempat membahas masalah serius saja, namun hal-hal ringan dan humor juga muncul di sana.
Seperti dikutip buku "Ketawa Ngakak di Senayan, Humor-Humor Anggota DPR" karya Baharuddin Aritonang.
Dalam salah satu bagiannya Baharuddin Aritonang menuliskan soal susu gadis dan susu perawan. Begini lengkapnya tulisan Baharuddin Aritonang.
Saat becengkrama dengan wartawan di Gedung DPR/MPR, seorang wakl rakyat mengeluhkan berbagai praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum pemerintah.
Mulai dari yang dibungkus dengan sumbangan sukarela, uang lelah dan sebagainya.
Seorang wartawan yang gemas mendengar cerita wakil rakyat itu langsung menimpali, "Begituan sih bukan cuma dilakukan oknum pemerintah.DPR juga," katanya.
"Bentar dulu bung," kata dia menimpali omongan si wartawan itu.
Saking banyaknya pungutan itu sampai sampai kami harus menggunkan isyarat khusus. Makanya, kata dia, tak heran kemudian muncul beberapa istilah.
Katanya, suatu hari di sebuah komisi DPR ada raoat kerja. Yang datang kebetulan bukan manterinya.
Karena menteri berhalangan hadir, maka diutuslah dirjen mewakilinya. Di tengah rapat berlangsung dia melontarkan beberapa pengalamannya menghadapi aneka macam pungutan di kantornya.
Suatu ketika kantornya dimintai sumbangan oleh pejabat berpengaruh. Ia pun bilang ke menterinya.
"Ini susu gadis pak," katanya sambil menunjukkan lembaran permintaan sumbangan itu.
"Kok susu gadis," kata Pak Menteri serius.
" Ya maksud saya sumbangan sukarela gara-gara disposisi."
Sang Menteri pun menggut-manggut. Lalu dia mengeluarkan secaraik kertas dari lacinya.
"Kalau ini berarti susu perawan," katanya sambil menunjukkan lembaran itu ke bawahannya.
"Kok susu perawan pak?"
"Ya sumbangan sukarela pengganti rasa setia kawan."
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait