Kalimat doa yang senada dengan doaa sapujagat tersebut, diajarkan Rasulullah saw, sebagaimana tersebut dalam hadits dari Abu Hurairoh ra riwayat Muslim, sbb :
الّلهُمَّ اَصْلِحْ لِيْ دِيْنِيْ الّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ اَمْرِيْ, وَاَصْلِحْ دُنْيَايَا اَلَّتِيْ هِيَ مَعَاشِيْ, وَ اَصْلِحْ اخِرَتِيْ الَّتِيْ هِيَ مَعَادِيْ, وَجْعَلِيْ الْحَيَاتَ زِيَادَةً لِيْ فِيْ كُلِّ خَيْرٍ, وَاجْعَلِيْ الْمَوْتَ رَاحَةُ لِيْ مِنْ كُلِّ شَرّْ.
“ Ya Allah, perbaikilah agamaku yang menjadi pokok (pedoman) semua urusanku, perbaikilah duniaku yang merupakan sumber penghidupanku, perbaikilah akhiratku yang menjadi tempat kembaliku, jadikanlah hidupku sebagai penambah semua kebaikan, dan jadikanlah matiku sebagai perhentian dari semua kejahatan”.
Sungguh kalau kita telaah dan kita renungkan, do’a tersebut mengandung lima hal yang sangat urgen bagi kebahagaiaan setiap insan. Baik dalam beragama, baik dalam kehidupan dunia, baik di akhirat, hidup yang selalu diisi dengan amal-amal saleh, dan mati dalam kebaikan terhindar dari berbagai macam kejahatan.
Oleh karena itu hemat penulis, doa tersebut “sapu jagat banget”. Yang oleh karenanya, semestinya, banyak dibaca oleh setiap Muslim, minimal satu kali dalam sehari. Syukur bila selalu dibaca setiap ba’da shalat fardhu. Jangan sampai dilewatkan. Sama seperti do’a dalam surat Al Baqarah ayat 201 di atas.
Berkaitan dengan doa sapujagat tersebut, renungkanlah sabda Rasulullah saw dalam hadits riwayat Ahmad sbb :
قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم : "النَّاسُ اَرْبَعَةٌ؛ مُوْسِءٌ عَلَيْهِ فِيْ الدّنْيَا وَالأخِرَة, وَمُوْسِءٌ لَهُ فِيْ الدُّنْيَا وَمّقْصُوْرٌ عَلَيْهِ فِيْ الأخِرَة, وَمَقْصٌوْرٌ عَلَيْهِ فِيْ الدُّنْيَا مُوْسِءٌ عَلَيْهِ فِيْ الأخِرَةِ, وَشَقِيٌ فِيْ الدُّنْيَا وَالأخِرَةِ.
“ Nabi SAW bersabda: “Manusia itu ada empat macam; (pertama) manusia yang bahagia di dunia, bahagia juga di akhirat, (kedua) manusia yang bahagia di dunia, namun sengsara di akhirat, (ketiga) manusia yang sengsara di dunia, namun bahagia di akhirat, dan (keempat) manusia yang sengsara di dunia dan sengsara di akhirat”, -yakni tidak beragama dan tidak berharta, kata Imam Ahmad”. (Lihat juga kitab; Darus asy-Syaikh Muhammad Munjid).
Kalau kita lihat fenomena di masyarakat, kiranya tepat sekali apa yang dijelaskan oleh hadits di atas.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait