Pasukan Tjakrabirawa merupakan gabungan dari orang-orang pilihan di matra TNI Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), Angkatan Udara (AU) dan Kepolisian.
Semboyan dari pasukan Cakrabirawa, yakni “Dirgayu Satyawira” yang artinya Prajurit Setia Berumur Panjang.
Dalam perjalanannya, Pasukan Cakrabirawa tercoreng namanya karena terlibat aksi penculikan Jenderal Pahlawan Revolusi yang dimotori oleh Letnan Kolonel Untung dan Letnan Satu Dul Arif pada masa G30S PKI.
Sebelum penculikan, pasukan Cakrabirawa yang terlibat diberikan pengarahan di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Dalam pengarahan itu disebutkan, ada kelompok Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap Soekarno.
Pasukan tersebut kemudian dibagi menjadi tujuh kelompok untuk menculik yang disebut Dewan Jenderal tersebut. Penculikan berlangsung hingga menjelang subuh.
Dalam penculikan itu tiga jenderal dibunuh saat dijemput paksa di rumah masing-masing dan tiga jenderal lainnya diculik hidup-hidup lalu dibunuh di kawasan Halim Perdanakusuma. Sedangkan Jenderal AH Nasution lolos yang menjadi target utama dari penculikan tersebut.
Selain enam jenderal, ajudan Jenderal AH Nasution, yakni Lettu Pierre Tendean juga menjadi korban dalam penculikan tersebut. Jenazah tujuh perwira TNI AD itu dimasukkan ke dalam sumur tua yang kini disebut Lubang Buaya.
Pada 28 Maret 1966, resimen Cakrabirawa dibubarkan mengacu Surat Perintah II Maret 1966 atau disebut juga dengan nama Supersemar.
Namun, pasukan tersebut dibentuk kembali oleh Soeharto yang memerintah saat itu dengan nama yang berbeda, yakni Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres).
Hari Paspampres diperingati pada 3 Januari. Penetapan hari jadi ini diambil dari peristiwa bersejarah, yaitu Paspampres berhasil menyelamatkan Presiden Soekarno beserta wakil dan keluarganya dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 3 Januari 1946.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait