Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Purbalingga tahun 2016, total luas lahan yang ditanami pohon Kopi Robusta di kabupaten Purbalingga mencapai 1.467,8 hektare, dengan hasil produksi pada tahun 2016 mencapai 537,791 ton. Sedangkan lahan yang ditanami pohon Kopi Arabika hanya 57,55 hektare dengan jumlah produksi sebesar 13,922 ton.
Karena kondisi geografis maka tidak mengherankan apabila penanaman kopi hutan di Karesidenan Banyumas lebih sedikit dibandingkan dengan penanaman kopi kebun dan kopi pager.
Kopi pager menempati posisi tertinggi secara kuantitas, sementara kopi kebun hanya seperempatnya. Tenanaman kopi hutan terbanyak di Kabupaten Purwokerto, terutama ditanam di distrik Ajibarang yang tanahnya bergunung-gunung dan sebagian ditanam di lereng-lereng gunung Slamet.
Keterlibatan petani dalam perkebunan kopi ini tidak sebatas menanam dan merawatnya, tetapi juga memanen, menjemur, dan membersihkan biji kopi. Hingga mengangkutnya ke gudang-gudang yang tersedia sebelum akhirnya di bawa ke gudang induk di Cilacap dengan perahu.
Sampai tahun 1838 jumlah keluarga petani yang terlibat dalam perkebunan kopi di Karesidenan Banyumas adalah 32.061 keluarga. Seluruh keluarga ini tersebar di 2.616 desa dan kampung. Selama masa tanam paksa, petani Banyumas paling tidak sudah tiga kali mengganti jenis tanaman kopi mereka. Pertama kopi arabica, diganti kopi liberia dan terakhir kopi robusta.
Banyumas dan Kabupaten yang berada di kaki Gunung Slamet seperti Purbalingga, Pemalang, Tegal, Brebes awalnya merupakan tanah yang kaya penghasil komuditas kopi, jauh sebelum ada gula dan cengkeh.
Namun karena kurang baiknya manajemen produksi, serangan wabah karat daun dan masuknya penjajah Jepang ke Indonesia, sentra perkebunan kopi ini tidak pernah berkembang seperti yang diharapkan.
Seperti kopi di Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, Brebes hilang karena terputusnya pengetahuan tentang pemeliharaan, budidayanya setelah Belanda pergi dan tidak meninggalkan ilmunya. Sehingga ilmunya hilang tidak sampai ke masyarakat. Berbeda dengan daerah lain seperti Temanggung dan Wonosobo dimana dikelola PTPN IX.
Untuk mengembalikan kejayaan kopi di wilayah Kerisidenan Banyumas, pada tahun 2019 para pegiat kopi di sekitar Lereng Gunung Slamet sempat mengadakan Festival Kopi Gunung Slamet. Tujuannya adalah untuk mengungkap jejak sejarah panjang kopi serta memperkuat hulu hilir kopi untuk menghasilkan sebuah Indeks Geografis (IG) Kopi di Lereng Gunung Slamet.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait