JAKARTA, iNewsPurwokerto.id - Mungkinkah dosa bisa mengantar ke surga dan sebaliknya, ketaatan mengantarkan ke neraka?
Hal yang dipahami selama ini adalah dosa mengantar ke neraka, dan ketaatan membawa ke surga.
LIHAT JUGA: Gerhana Bulan, Munculkan Rasa Takut Akan Kekuasaan Allah, Bukannya Malah Selfie
Maka hal yang harus dipahami untuk menjawab pertanyaan di atas tadi dijelaskan Al-'Allamah Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah dalam Manhajulhaq menyebutkan bahwa sebagian salaf berkata:
إن العبد ليعمل الذنب يدخل به الجنة ، ويعمل الحسنة يدخل بها النار ، قالوا كيف ؟ قال : يعمل الذنب فلا يزال نصب عينيه خائفا مشفقا وجلا باكيا نادما ، متحيا من ربه تعالى ، ناكس الرأس بين يديه منكسر القلب له ، فيكون ذلك الذنب سبب سعادة العبد وفلاحه ، حتى يكون الذنب أنفع له من طاعات كثيرة بما ترتب عليه من هذه الأمور التى بها سعادة العبد وفلاحه ، حتى يكون ذلك الذنب سبب دخوله الجنة
“Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar melakukan dosa tetapi dengan dosanya itu mengakibatkan dia masuk surga, dan ada seorang hamba benar-benar melakukan kebaikan tetapi kebaikannya itu mengakibatkan dia masuk neraka. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Yaitu dia melakukan dosa dan senantiasa dia jadikan dosanya tersebut berada di antara kedua matanya, dia senantiasa merasa takut, khawatir, menangis, menyesal, malu kepada Robbnya yang Mahatinggi, dan dia tundukkan kepalanya dengan hati yang luluh, sehingga jadilah dosa tersebut sebagai sebab kebahagiaan dan keberuntungannya, bahkan dosanya itu jauh lebih bermanfaat bagi dirinya daripada ketaatan yang banyak hingga mengantarkan dirinya masuk ke dalam surga."
ويفعل الحسنة فـلا يزال يمـن بـها على ربه ، ويتكبر بها ويرى نفسه ويعجب بها و يستطيل بها ، ويقول : فعلت ، وفعلت ، فيورثه ذلـك من العجب والكبر والفخر والاستطالة ما يكون سبب هلاكه
"Dan ada seorang hamba yang melakukan kebaikan tetapi senantiasa menjadikannya merasa telah berbuat baik kepada Robbnya dan membuatnya angkuh dengan kebaikan tersebut lalu memandang dirinya tinggi dan ujub (bangga) sembari berkata, "Aku telah mengamalkan kebaikan ini", "Aku telah melakukan kebaikan itu", maka hal tersebut mewariskan sifat ujub, sombong dan besar kepala yang semua itu menjadi sebab dirinya binasa.” (Al-Wabilus Shoyyib hal. 9 & 10)
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait