Sebelumnya, saat mendampingi Mendikbudristek meninjau bangunan sekolah yang rusak akibat gempa, Kepala SMA Negeri 2 Cianjur, Haruman Taufik mengungkapkan bahwa sekolahnya terdampak dua kali gempa. Gempa pertama tidak membuat bangunan sekolah rubuh.
Saat itu, jelas Haruman, para guru dengan sigap menginstruksikan seluruh peserta didik untuk meninggalkan ruang kelas dan berkumpul di lapangan. Lalu, setelah gempa kedua atau susulan, barulah membuat kerusakan yang lebih parah terutama enam ruang kelas di lantai dua.
"Saya salut dengan kesigapan para guru yang segera membawa anak-anak ke tempat aman," ujarnya.
Lebih lanjut, Haruman menekankan bahwa siapapun dalam situasi bencana harus tetap tenang agar bisa mencari solusi.
Selain kerusakan enam kelas di lantai dua. Fasilitas belajar di kelas juga mengalami kerusakan. Pada masa tanggap darurat ini, para guru masih fokus untuk penyembuhan atas trauma yang dirasakan. Sehingga proses pembersihan dan pendataan fasilitas yang rusak belum dilakukan.
"Harapan saya anak-anak tetap sabar dan kuat menghadapi musibah ini dan tidak kehilangan semangat untuk segera bangkit kembali menuntut ilmu," kata Haruman.
Menteri Nadiem sangat bersyukur karena satuan pendidikan kini semakin memahami pentingnya tanggap bencana. "Mari kita ciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman untuk semua," ujarnya.
Upaya membangun budaya siaga dan aman di sekolah, serta untuk membangun ketahanan dalam menghadapi bencana terus dilakukan Kemendikbudristek melalui program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) yang dipayungi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2019. Aturan ini menjadi panduan bagi sekolah untuk menegakkan tiga pilar SPAB, yaitu Fasilitas sekolah aman; Manajemen bencana di sekolah; Pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait