Siswa-siswa Puhua Belajar Kekayaan Budaya Tradisional di Kota Lama Banyumas

Elde Joyosemito
Para siswa juga mendapat pengenalan budaya lokal Banyumasan, salah satunya membatik. (Foto: Istimewa)

Ketika para siswa belajar di kota lama Banyumas dengan metode grounded berbasis partisipatif untuk memperoleh pengalaman langsung sejarah kota Banyumas, mereka mendapat pemaparan dari Camat Banyumas Oka Yudhistira.

“Tantangan saat ini dengan begitu derasnya budaya luar jangan sampai menggeser etika dan jatidiri generasi muda. Belajar mengenal dan memahami budaya lokal berarti berproses mencintai dan melestarikannya. Dengan latar belakang siswa Puhua yang beragam suku maupun agama, mengenalkan budaya Banyumas pada mereka yang lahir, tumbuh, dan hidup di Banyumas merupakan langkah baik yang nyata menjaga budaya sekaligus kecintaan pada asal usul kita agar tak luntur dan punah,”jelasnya.

Dari paparan itulah, kemudian para siswa membuat vlog berbahan dasar pengetahuan yang dipaparkan Oka.     

Kemudian budaya kedua adalah tembang Banyumasan yang diciptakan langsung oleh budayawan sekaligus musisi bahasa Banyumasan Koentarto. Pak Koen- sapaan akrabnya- merupakan ahli tembang yang begitu terkenal di Banyumas. 

Ia mengajak anak-anak menembang 2 lagu gubahannya yang berjudul “Banyumas Kudu maju” dan Kesenian Banyumasan”. Dari dua tembang ini setiap siswa diminta mengaransemen ulang musiknya menggunakan lirik yang dibuatnya dan direkam.     
Lalu, budaya ketiga adalah pengetahuan mengenai corak batik Banyumasan. Mereka dibimbing Iin Susiningsih sebagai pemateri sekaligus koordinator komunitas pembatik Pringmas, anak-anak diperkenalkan pada tiga corak sohor batik Banyumas yaitu motif serayuan, pring sedapur, dan lumbon. 

Setiap anak wajib menguji langsung bentuk corak di atas kain, dan menuliskan filosofi setiap corak yang dibuat secara detail. Karya siswa menjadi salah satu tugas pembelajaran di mapel ini. 

Budaya keempat adalah Lengger Wadon dimana siswa diajak menulis karya sesuai susunan makalah ilmiah mengenai budaya ini secara terstruktur.      
Terakhir materi budaya banyumasan yang dipelajari siswa adalah permainan tradisional. Dari dua puluhan materi permainan tradisional yang diberikan pada siswa oleh Sunarto, selaku koordinator Dolanan Koena, anak-anak diajak bermain dan mengenal satu per satu tata cara permainan tersebut. 

Mulai dari enggrang bambu, gledhegan, slumpringan, gangsing dan masih banyak lagi. Lalu dengan pemahaman siswa, para guru meminta siswa menuliskan pengalaman serta tata cara satu permainan yang mereka kuasai setelah mencoba satu demi satu lengkap dengan filosofinya.

Editor : EldeJoyosemito

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network