Asal-usul Hari Jadi Kabupaten Banyumas yang Konon Berasal dari Kisah Pohon Tembaga

Arbi Anugrah
Asal Usul Banyumas, Konon Berasal dari Kisah Pohon Tembaga. Foto: YouTube Ada Wong Ndeso

BANYUMAS, iNewsPurwokerto.id - Asal usul Hari Jadi Kabupaten Banyumas konon berasal dari kisah pohon tembaga, sehingga sejarah berdirinya Kabupaten Banyumas menarik diketahui masyarakat. Terlebih Hari Jadi Kabupaten Banyumas yang jatuh setiap tanggal 22 Februari.

Sebuah tulisan sejarah dalam bahasa Jawa mencatat asal usul Banyumas. Tulisan tersebut menyebutkan bahwa keberadaan pohon tembaga di Desa Pekunden, Kecamatan Banyumas tercatat dalam kisah Babad Banyumas. Kisah asal mula berdirinya Kadipaten Banyumas (sekarang Kabupaten Banyumas) diceritakan oleh Gitosewojo atau yang lebih dikenal sebagai Eyang Gito, seorang tokoh masyarakat di wilayah tersebut.

Dikutip iNewsPurwokerto.id dari akun YouTube Ada Wong Ndeso, Eyang Gito mengisahkan tentang Babad Banyumas dan cerita mengenai pohon tembaga yang menjadi asal mula berdirinya Kadipaten Banyumas pada masa itu.

Di dalam buku yang ia baca tersebut, wilayah Banyumas pada masa lampau merupakan bagian dari Kadipaten Wirasaba (terletak di Purbalingga) yang diperintah oleh Adipati Wirasaba. Adipati tersebut meninggal dunia setelah dibunuh oleh utusan dari Kesultanan Pajang pada tahun 1557.

Raden Joko Kaiman atau Raden Bagus Semangun, putra menantu Adipati Wirasaba, akhirnya mengambil alih kepemimpinan di Kadipaten Wirasaba. Setelah itu, Sultan Pajang memberikan gelar Adipati Wargo Utomo ke II kepada Raden Joko Kaiman, mengingat Adipati Wirasaba yang terbunuh sebelumnya memegang gelar Adipati Wargo Utomo I.

Dalam catatan sejarah Banyumas ini, kemudian Adipati Wargo Utamo II menerima petunjuk atau wangsit untuk membuka tempat baru yang terletak di sebelah barat laut Desa Kejawar yang memiliki pohon tembaga. Oleh karena itu, ia harus mencari pohon tembaga tersebut agar dapat menjalankan tugasnya sebagai adipati dengan baik.

"Yen sira pengin lestari nggonira jumeneng adipati, trukaha papan anyar kang dhumunge lor kulone Desa Kejawar kang ana wite tembaga," kata Eyang Gito.

Adipati Wargo Utomo ke II, yang juga dikenal dengan nama Adipati Mrapat, kemudian mendatangi Kyai Mranggi dan Nyai Mranggi, yang merupakan orang tua angkatnya, segera setelah menerima wangsit tersebut.

Dia mengungkapkan pesan yang didengarnya kepada orang tua angkatnya, dan orang tua angkatnya memastikan bahwa itu adalah suara bisikan dari yang maha kuasa.

Kemudian, Adipati Wargo Utomo II mulai mencari pohon tembaga berdasarkan wangsit yang ia dengar dan menuju ke arah barat laut dari Desa Kejawar yang pada saat itu masih berupa rawa-rawa.

"Di rawa ini terdapat banyak pohon-pohon, sehingga disebut hutan. Anehnya, Adipati Wargo Utomo ke II, bersama orangtua angkat dan para pengikutnya dari Wirasaba bisa menunjuk dan bisa memastikan bahwa inilah pohon tembaga," ungkapnya.

Eyang Gito menjelaskan, setelah dipastikan bahwa itu adalah pohon tembaga, Adipati Wargo Utomo ke II bersama dengan rakyatnya kemudian berkumpul secara bersama-sama untuk babad tempat tersebut.

"Lumpur rawanya dibuang, dikeringkan. Pohon-pohon yang ada ditebangi semuanya, kecuali pohon yang ditunjuk tadi (pohon tembaga)," ucapnya.

Pada tahun 1571, pembabatan hutan selesai dilakukan di wilayah yang semula rawa menjadi tanah yang kering dan dapat dihuni. Sebagai wilayah di bawah Kesultanan Pajang, Adipati Wargo Utomo ke II melaporkan hal tersebut kepada Pajang, dan Kadipaten Banyumas didirikan pada kala itu.

"Setelah Adipati wargo Utomo ke II dinobatkan dan mendapatkan wangsit, untuk membuka tempat baru yang ada pohon tembaganya (asal usul kadipaten Banyumas). Jadi kerajaan, karena Adipati itu raja dan punya angkatan perang serta punya Patih juga," ujarnya.

Hingga saat ini, pohon tembaga masih tegak berdiri di Desa Pekunden, Kecamatan Banyumas sebagai indentitas asal usul hari jadi Kabupaten Banyumas. Pohon tembaga tak berubah sedikitpun, baik tinggi maupun bentuknya dan berdiri kokoh bersebalahan dengan pohon nagasari.

Akan tetapi, saat musim kemarau tiba, pohon tembaga yang memiliki diameter 30 centimeter dengan tinggi lebih dari 10 meter ini akan berubah warna menjadi kuning, daunnya akan rontok hingga menyerupai kayu bakar, tapi akan kembali tumbuh ketika musim hujan. Pohon tembaga juga tak pernah berbunga, dan tidak memiliki biji serta tak dapat dibudidayakan, sehingga Pemerintah menyatakan bahwa pohon tembaga adalah pohon langka dan bersejarah yang dilindungi undang-undang.

Sejarawan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Prof. Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum mengatakan jika pohon tembaga masuk dalam kisah babad Banyumas. 

Prof Sugeng yang ikut melakukan penelitian tentang sejarah babad Banyumas ini mengungkapkan jika Adipati Mrapat memang mendapatkan semacam petunjuk gaib. Apabila ingin agar dia dan keluarganya, serta anak keturunannya tetap berkuasa di Banyumas, maka harus membuka hutan di sebelah barat laut desa Kejawar.

Itulah awal kota yang baru yang disebut Kadipaten Banyumas kala itu. "Di situ disebut, bukalah tempat yang dikatakan benering kayu tembogo, jadi kayu tembogo itu disebelah Selatan sungai Pasinggangan lurus ke Utara, di mana Adipati Mrapat saat itu membuka ibukota baru. Pohon tembaga pertanda kota baru yang dibuka oleh Adipati Mrapat," ujar Sugeng.

Sugeng menyatakan bahwa pohon tembaga merupakan tanaman langka, karena hanya ada satu-satunya di Indonesia dan tidak dapat dikembangkan. Jika pun ada, jenisnya akan berbeda. Hal ini didasarkan pada penelitian ahli botani yang mengungkapkan sejarah dan asal usul Banyumas terkait pohon tembaga.

"Umurnya ya sudah tua (pohon tembaga), saya kira kalau 1571 sudah ada, ya sekarang sesuai dengan umur Kabupaten Banyumas," ucapnya.

 

Editor : Arbi Anugrah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network