Sejarah Terowongan Air Gunung Slamet Demi Kehidupan Warga 6 Desa

Agustinus Yoga Primantoro
Sejarah Terowongan Air Gunung Slamet (Foto : Aryo Rizqi/iNews Purwokerto)

Delapan orang penggagas terowongan air tersebut diketahui berasal dari tiga desa sekitar Desa Kalisalak. Mereka juga dibantu 15 orang lain yang bergantian selama 24 jam. Selama proses pengerjaan terowongan itu, delapan orang ini memiliki tugas berdasarkan kemampuannya masing-masing, di antaranya, mulai dari bagian mendesain terowongan, koordinasi lapangan, bagian keuangan, hingga bagian metafisika yang memindahkan makhluk makhluk halus di sekitar lokasi terowongan.

Husendri (47), cucu Sanbasri menceritakan kisah pembangunan terowongan saluran air tersebut berdasarkan beberapa cerita yang didapatnya dari orangtuanya maupun dari kakeknya sendiri yang telah meninggal pada 2013 lalu.

"Aliran Sungai Logawa itu alirannya besar, tapi sini kekurangan air, jadi mungkin (kakek saya) akhirnya berupaya bagaimana caranya air itu bisa masuk atau bisa ngalir ke desa. Dulu, di sini rata-rata petani padi, tapi tadah hujan, panen hanya setahun sekali," kata Husendri.

Sejak saat itu, Sanbasri mulai berkoordinasi dengan lurah pertama di Desa Kalisalak. Bersama dengan kawan-kawannya, Sanbasri mulai merancang terowongan saluran air hingga akhirnya rencana mereka terwujud. Cerita sejarah tentang asal mula dibangunnya terowongan Tirtapala itu sudah seperti layaknya dongeng yang diceritakan oleh para orang tua di desa tersebut secara lisan turun-temurun.

"Cuma tahu pertama itu tahun 1949 selesai 1956, itu ceritanya. Lalu, dikerjakan siang malam selama 24 jam, mereka membangun terowongan sampai 1 minggu dan baru pulang ke rumah, mereka nginep di hutan. Jadi selama 24 jam bergilir, ada yang masuk ke dalam mahat batu, terus nanti gantian sama yang lain sambil membuat api unggun untuk menghangatkan badan orang yang habis dari dalam terowongan," ujarnya.

Menurut mendiang kakeknya, hal yang paling sulit dilakukan adalah ketika mendapati batu alam yang ada di dalam terowongan. Dengan peralatan ala kadarnya, mereka berusaha menembus bebatuan andesit lereng Gunung Slamet.

"Titik paling sulit itu ketika menemukan batu alam yang ada di dalam tanah, itu harus melewati itu, berati harus dialihkan, misal sudah pas ke arah sini tapi ada batu alam dan tidak bisa ditembus pakai pahat, karena hampir 50 persen batu semua, cuma bentuknya itu batuan andesit itu bisa dipahat, tapi dibagian dalamnya lagi ada batu solid dan itu paling keras, yang itu tidak bisa dipahat itu, maka bergeser ke bawah atau menyamping, akhirnya, ada cekungan di situ, harus penyelaman," jelasnya.

Terowongan yang dibangun selama kurang lebih 5 tahun ini akhirnya selesai penggarapannya. Air pun dapat mengalir ke desa desa, sehingga sawah sawah penduduk desa dapat teraliri air.


Penjaga terowongan saluran air. (Foto: Aryo Rizqi/iNews Purwokerto)

"Alhamdulillah setelah ada aliran air, walau kemarau sampai enam bulan, air tetap mengalir. Dulu padahal tadah hujan, pertanian, sawah tanam padi setahun sekali. Setelah air masuk, pertanian di masyarakat berubah drastis, bisa dua kali setahun dan produksi padi melimpah, termasuk bisa buat kolam-kolam ikan," ungkapnya.

Editor : Arbi Anugrah

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network