Kawiyan menyatakan bahwa di era digital saat ini, mayoritas anak di Indonesia telah terhubung dengan internet, baik untuk tujuan komunikasi maupun untuk mendukung proses belajar-mengajar. Namun, banyak di antara anak-anak yang terhubung dengan internet tersebut juga mengakses media sosial.
Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, Kawiyan mengungkapkan jika terdapat 88,9 anak usia 5 tahun ke atas telah mengakses media sosial.
“Dan kita semua tahu bahwa media sosial menyajikan semua konten baik yang positif maupun negatif. Bahkan konten-konten yang dilarang pun ada di media sosial karena di media sosial banyak konten yang dibuat oleh pihak-pihak yang tidak memperkenalkan jadi dirinya atau anonim,” jelas Kawiyan.
Kawiyan yang memimpin subklaster Anak Korban Pornografi dan Cybercrime di KPAI menyatakan bahwa anak-anak berhak mendapatkan informasi, termasuk yang berasal dari media sosial. Namun, penting untuk memastikan bahwa informasi yang diterima oleh anak-anak adalah informasi yang positif dan sesuai dengan tahap perkembangan usia mereka, serta bukan informasi yang dapat mengganggu atau merusak karakter mereka.
“Di satu sisi anak-anak harus dapat terpenuhi hak mendapatkan informasi sesuai dengan undang-undang, tetapi di sisi lain mereka harus terlindungi dari informasi atau konten yang membahayakan,” tambah Kawiyan.
Oleh karena itu Kawiyan mengharapkan, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo, Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memiliki peran yang lebih signifikan dalam mengawasi dan menangani konten digital yang berpotensi membahayakan. Terlebih lagi, dengan transformasi Kementerian Kominfo menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital, diharapkan peran di bidang digital dapat diperkuat lebih lanjut.
Mengingat tantangan yang akan datang terkait dengan konten ilegal, negatif, dan berbahaya semakin meningkat, peran yang ada perlu diperkuat, dan kolaborasi dengan Bareskrim Polri harus ditingkatkan.
“Ini tidak lain untuk lebih melindungi masyarakat dan khususnya anak-anak dari konten negatif dan berbahaya. Kalau perlu ada badan tersendiri yang khusus mengangani masalah konten digital,” pungkas Kawiiyan.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait