Menyongsong Tahun 2025 dengan Target Bauran Energi Terbarukan 23%

Tim iNews
Ropiudin, Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto. (Foto: Koleksi Pribadi)

Oleh: Ropiudin

Transisi energi menuju keberlanjutan adalah sebuah keniscayaan bagi Indonesia, terutama di tengah isu perubahan iklim global yang semakin mendesak. Target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025 merupakan tantangan besar, tetapi juga peluang emas untuk membangun sektor energi yang lebih hijau, mandiri, dan berkelanjutan. Dengan potensi alam yang luar biasa dan dukungan kebijakan yang terus berkembang, target ini sangat mungkin dicapai jika berbagai pihak bekerja sama secara optimal.

Menggali Potensi Energi Terbarukan Indonesia

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki kekayaan energi terbarukan yang melimpah. Data menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 40% cadangan panas bumi dunia, menjadikannya salah satu negara dengan potensi energi geothermal terbesar. Selain itu, energi matahari yang melimpah sepanjang tahun, arus laut yang kuat, angin yang konsisten di beberapa wilayah, serta sumber daya biomassa dari sektor pertanian dan kehutanan memberikan dasar yang kuat untuk transisi menuju energi bersih.

Namun demikian, sayangnya sebagian besar potensi ini belum dimanfaatkan dengan maksimal. Hingga saat ini, pemanfaatan energi panas bumi baru mencapai sebagian kecil dari total potensinya. Begitu pula dengan energi surya dan angin yang meskipun teknologinya semakin murah, adopsinya masih terkendala oleh minimnya infrastruktur dan investasi.

Pemerintah melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang lebih hijau telah menunjukkan komitmen yang jelas. Dalam RUPTL terbaru, porsi EBT ditargetkan naik menjadi 46%, sebuah lonjakan signifikan dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini mencerminkan keinginan untuk mengoptimalkan sumber daya yang selama ini kurang terkelola.

Langkah Nyata Menuju Energi Hijau

Sebagai bagian dari komitmen global dalam Paris Agreement, Indonesia menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada 2030. Untuk itu, transformasi menuju energi bersih tidak lagi menjadi pilihan, melainkan keharusan.

Pemerintah telah menyusun langkah strategis melalui berbagai program dalam RUPTL. Program ini mencakup pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT, penguatan jaringan listrik untuk mendukung distribusi energi bersih, serta penghapusan pembangunan pembangkit baru berbasis batu bara.

Selain itu, dukungan legislatif juga menjadi faktor penting. Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) diharapkan mampu memberikan payung hukum yang kokoh untuk mendorong investasi dan inovasi di sektor energi terbarukan.

Masa depan energi Indonesia harus beralih dari dominasi batu bara menuju pemanfaatan sumber energi yang lebih bersih. Hal lain yang juga mendesak dari RUU EBET adalah untuk memuluskan jalan dalam penyediaan listrik untuk daerah yang masih kekurangan akses listrik. Terutama di daerah Indonesia Timur yang masih banyak menggunakan listrik dari diesel yang harganya jauh lebih tinggi dari kawasan Indonesia lainnya.

Menuju Dunia Tanpa Emisi

Dekarbonisasi tidak hanya menjadi agenda nasional tetapi juga merupakan tuntutan global. Negara-negara maju seperti Jerman dan Amerika Serikat telah menunjukkan bagaimana transisi menuju energi terbarukan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi emisi. Indonesia harus belajar dari pengalaman ini, terutama dalam hal teknologi dan investasi.

Editor : Elde Joyosemito

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network