Integrasi Pengelolaan Air dan Energi Hijau Berkelanjutan melalui Sistem Pemanen Air Hujan

Tim iNews.id
Ropiudin, Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto. (Foto: Istimewa)

Di beberapa daerah, akses terhadap air bersih masih menjadi hambatan, terutama pada wilayah yang tidak terjangkau oleh jaringan air PDAM. Sistem pemanen air hujan dapat menjadi solusi alternatif bagi masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil atau terluar. 

Selain itu, konsumsi energi yang tinggi dalam operasional sistem pemanen air hujan seringkali menjadi kendala, terutama di daerah perdesaan terpencil dengan akses listrik yang terbatas.

Di sisi lain, kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan wilayah lainnya yang sering menghadapi masalah banjir akibat limpasan air hujan yang tidak tertangani. Dengan pengelolaan yang tepat, sistem pemanen air hujan dapat membantu mengurangi limpasan air sekaligus menyediakan sumber air tambahan untuk kebutuhan rumah tangga atau irigasi skala kecil. 

Penerapan sistem pemanen air hujan yang dibangunan perkotaan memerlukan evaluasi intensitas energi yang digunakan, terutama jika sistem tersebut bergantung pada pompa listrik. Dengan perencanaan yang baik, sistem pemanen air hujan dapat menjadi bagian dari solusi mitigasi krisis air perkotaan sekaligus mendukung keberlanjutan pengelolaan sumber daya air di Indonesia.

Hambatan Penerapan Sistem Pemanen Air Hujan di Indonesia

Di Indonesia, hambatan besar untuk penerapan sistem pemanen air hujan adalah konsumsi energi, terutama jika sistem menggunakan pompa listrik dan unit filtrasi yang membutuhkan daya tinggi. Ketergantungan pada listrik berbasis bahan bakar fosil dapat mengurangi manfaat lingkungan dari sistem pemanen air hujan. 

Selain itu, ketersediaan listrik yang tidak merata di daerah terpencil menjadi hambatan tambahan. Beberapa wilayah perdesaan terpencil serta terluar Indonesia masih mengandalkan genset berbahan bakar diesel untuk kebutuhan energi dasar, yang biaya operasionalnya tinggi dan tidak efisien.

Intensitas energi median sebesar 0,20 kWh/m³ dari standar internasional menjadi tolok ukur penting. Indonesia memiliki nilai lebih tinggi karena efisiensi teknologi yang terbatas atau infrastruktur yang belum optimum. Seperti pada sistem filtrasi dan penyimpanan air yang tidak dirancang dengan baik dapat meningkatkan kebutuhan energi dan mengurangi efisiensi keseluruhan.

Editor : EldeJoyosemito

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4 5

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network