Selain itu, anggota DPRD Jateng juga menerima tunjangan transportasi Rp16,2 juta per bulan. Angka-angka ini dinilai berlebihan, terlebih ketika masyarakat masih menghadapi persoalan ekonomi dan keterbatasan layanan publik.
Menurut Forum Banyumas Bersuara, penerbitan Peraturan Bupati Banyumas Nomor 66 Tahun 2017 beserta perubahannya, terakhir melalui Perbup Nomor 9 Tahun 2024, harus dipertanggungjawabkan secara hukum. Baik mantan Bupati Achmad Husein maupun Penjabat Bupati Hanung Cahyo Saputro dinilai perlu menjelaskan dasar kebijakan yang telah membebani APBD.
"Jika hasil audit BPK, BPKP, atau Inspektorat Daerah menemukan selisih antara nilai tunjangan dengan harga sewa rumah dan kendaraan yang wajar, maka pimpinan maupun anggota DPRD dari periode 2014–2019, 2019–2024, hingga 2024–2029 wajib mengembalikan kelebihan pembayaran tersebut ke kas daerah,"tegasnya.
Untuk mencegah kesalahan serupa, Forum Banyumas Bersuara meminta agar Kejaksaan Negeri Purwokerto ikut mengawasi penyusunan peraturan bupati baru terkait tunjangan DPRD. Dalam kapasitasnya sebagai Jaksa Pengacara Negara, kejaksaan diharapkan dapat memastikan kebijakan yang dihasilkan sesuai aturan dan tidak merugikan keuangan daerah.
“Setiap kebijakan yang membebani APBD harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik. Kami berharap kejaksaan mengawal penuh proses penyusunan regulasi baru,” tandasnya.
Sebagai bentuk keseriusan, surat aspirasi tersebut tidak hanya disampaikan kepada Kajari Purwokerto, tetapi juga ditembuskan kepada Presiden Prabowo Subianto, Menteri Dalam Negeri, Jaksa Agung, serta Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Hal ini dilakukan agar persoalan tunjangan DPRD mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat maupun lembaga penegak hukum di tingkat nasional.
Forum Banyumas Bersuara menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk memastikan anggaran daerah digunakan secara tepat dan berpihak kepada kepentingan publik.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait
