Berdasarkan sudut pandangnya itu, Rianto merasa citra seorang penari menjadi buruk dan khawatir minat untuk seseorang menjadi penari pun merosot.
Ia juga berpesan pada para penggiat industri kreatif di tanah air untuk mengedepankan penelitian dan menyampaikan pesan-pesan positif terkait budaya lokal.
"Kalau ingin mengangkat tradisi lokal ya harus diangkat bagaimana dia (tradisi itu) membuat image yang positif, bukan yang negatif. Tidak hanya untuk pasaran publik. Kalau mau mengejar pasar juga harus mencoba edukasi yang baik. Jangan sampai mencederai leluhur ataupun seniman tari kita, karena saya merasa ada yang tidak benar di situ," tegasnya.
Cuplikan gambar film KKN di Desa Penari yang sukses besar. (Foto: Istimewa)
Ia menilai, diksi penari yang tersampaikan dari film tersebut, rawan disalah artikan. Seolah kekuatan dari penari bisa untuk membunuh seseorang.
"Menurut saya, itu kalau yang namanya tarian itu berhubungan dengan kesenian, kenapa kesenian dihubungkan dengan istilah maut? Akhirnya, wawasannya di dalam film itu sebenarnya isinya bukan di tariannya, tetapi justru pengkoleksian jantung-jantung masyarakat itu," jelasnya.
Editor : Arif Syaefudin
Artikel Terkait