JAKARTA, iNews.id - Presiden kedua Indonesia, Soeharto dulu sempat bertukar peran dengan pasukan pengaman presiden (Paspampres). Hal itu dilakukan untuk mengelabuhi sniper. Bagaimana ceritanya?
Cerita ini disampaikan oleh mantan pengawal Presiden Soeharto, Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin yang dikutip dari buku berjudul "Pak Harto: The Untold Stories".
Pada tahun 1995, Presiden Soeharto hendak melakukan kunjungan ke Sajarevo, Ibu Kota Bosnia Herzegovina. Saat itu, negara pecahan Yugoslavia ini tengah dalam keadaan genting akibat perang saudara dengan Serbia.
Saat itu, pihak Paspampres mendapatkan informasi pada 11 Maret 1995, pesawat PBB yang membawa utusan khusus PBB Yasushi Akashi ditembak jatuh ketika melintasi langit Bosnia. Hal itu jelas menjadi pertanda resiko bahaya bilamana Presiden RI Soeharto berkunjung ke wilayah tersebut.
Namun Soeharto bergeming, dia tetap nekat dan bersikeras ingin melanjutkan lawatannya ke Bosnia. Letnan Sjafrie pun harus mendampingi orang nomor 1 di Indonesia kala itu.
Kebulatan tekad Soeharto mengunjungi Bosnia membuat PBB meminta Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Moerdiono dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Ali Alatas yang turut mendampingi agar membujuk Presiden Soeharto untuk mau menandatangani surat pernyataan yang isinya PBB tidak bertanggung jawab jika selama kunjungannya ke Bosnia terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tanpa keraguan, Soeharto langsung menandatangani surat tersebut dan melanjutkan perjalanannya ke Bosnia dengan menggunakan pesawat carteran Rusia.
Editor : Arif Syaefudin