ISLAM pertama kali masuk ke Nusatara bukan di Aceh atau Pulau Jawa, tetapi di Barus, Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara.
Barus menjadi kota penyebaran agama Islam pertama di Nusantara. Penyebaran agama Islam di Nusantara dimulai dari perjalanan para sahabat dan saudagar Islam singgah ke Barus, Tapanuli Tengah.
Barus berjarak 290 kilometer dari Kota Medan, ibu kota Sumatera Utara. Jika ditempuh melalui jalur darat memakan waktu sekitar 7 jam perjalanan.
Nah, Presiden Joko Widodo beserta rombongan pernah mengunjungi Kota Barus sekaligus berziarah ke pemakaman Muslim di sana.
Selain itu Presiden Jokowi juga meresmikan Tugu Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara, yang ada di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara pada Jumat 24 Meret 2017 lalu.
Dari Kota Sibolga, butuh waktu perjalanan darat sekitar 2 jam saja. Barus merupakan tempat bersejarah peradaban dan masuknya Islam. Baca Juga: Bahaya Ghibah Termasuk di Medsos Bikin Bangkrut di Akhirat Posisi Barus yang terletak di pinggir Pantai Barat Pulau Sumatera dan berhadapan langsung dengan lautan lepas Samudra Hindia membuatnya dikenal oleh dunia pada abad ke-7.
Apalagi berkat hasil hutannya, kamper, kemenyan dan emas, Barus menjadi kota yang kerap dikunjungi banyak saudagar-saudagar di seluruh dunia. Dikutip dari Ustaz Adi Hidayat LC, MA di Youtube Audio Dakwah pada Rabu (10/11/2021)
"Ekspedisi diadakan pada saat itu dari Utopia, dari Habasyah, ke arah Negeri China. Ikutlah sebagai dari rombongan sahabat pada ekspedisi itu, singgahlah kemudian di Kota Barus dan menyebarkan Islam di daerah Barus sampai menyebar ke wilayah Nusantara. Dari situlah kemudian dimulai penyebaran Agama Islam sampai ke wilayah dari mulai Sumatera sampai ujung Papua."
Dalam Surah Al-Mudassir ayat 1-7 adalah perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad berdakwah menyiarkan ajaran Islam kepada umat manusia. Dari Kota Barus, penyebaran Islam berlanjut hingga ke berbagai pulau di Nusantara dan Indonesia pun menjadi negara dengan mayoritas penduduk memeluk agama Islam.
Banyak jejak Islam masuk ke Barus salah satunya makam tua di Kompleks Pemakaman Mahligai, Barus, pada abad ke-7. Di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi atau 48 Hijriyah, menguatkan adanya komunitas Muslim pada masa itu. Ada juga Kompleks Pemkaman Muslim Papan Tinggi yang letaknya berada di perbukitan. Di Barus juga banyak menyimpan benda-benda kuno bersejarah seperti perhiasan, mata uang dari emas dan perak, prasasti dan fragmen arca.
Selain itu, terdapat makam para auliya dan ulama penebar Islam di Indonesia abad ke 7 silam. Di antaranya Makam Papan Tinggi, Makam Mahligai, Makam Syekh Mahdun, Makam Syekh Ibrahim Syah, Makam Tuan Ambar, Makam Tuan Syekh Badan Batu. Claude Guillot menguraikannya dalam buku “Lobu Tua: Sejarah Awal Barus” mengungkapkan, sejak abad ke-6 Masehi, kamper sudah dikenal di berbagai kawasan mulai dari negeri Tiongkok hingga ke kawasan Laut Tengah.
Nama Barus sudah lama muncul apabila diterima pendapat bahwa “Barousai” adalah Barus. Kemudian nama ini tercatat dalah sejarah Dinasti Liang, Raja Tiongkok Selatan yang memerintah pada abad ke-6. Setelah itu Barus selalu disebut-sebut sampai sekarang dan kerap dihubungkan dengan kamper. Pada abad ke-7, Barus kian tersohor hingga ke Eropa dan Timur Tengah karena menghasilkan kapur barus dan rempah-rempah.
Masuknya Islam ke Nusantara diyakini melalui jalur perdagangan Barus ini. Jalur perdagangan ini dikenal sebagai jalur rempah karena para pedagang memiliki misi mencari rempah-rempah.
Claude Guillot memaparkan bukti-bukti bahwa sejak abad ke 6 Masehi Barus sudah menjadi kawasan perdagangan yang ramai. Pada akhir abad ke 7 yang juga merupakan abad pertama Hijriah, pedagang-pedagang Arab mulai menjejakkan kakinya di pelabuhan Barus.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta